![]() | |
|
Bismillah. Assalamu'alaikum, fellows! :D
Sebelumnya, baca ini dulu yuk! ---> Kuliah di Amerika? Bisa! Khususnya bagi kalian yang ingin berkuliah di universitas Amerika seperti University of Harvard dan lain-lain. Tapi untuk yang tidak berniat kuliah di Amerika pun layak untuk membacanya. Karena pasti ada ilmu yang bisa diserap dari sana. InsyaAllah. :)
Pada hari Minggu, 13 Oktober 2013, saya dengan dua rekan menghadiri pameran perguruan tinggi Eropa di Hotel Puri Agung Sahid Jaya Jakarta. Saya pun sebelumnya mengetahui informasi tentang pameran ini dari Kak Bezie Galih Manggala dan Kak Nur Febriani Wardi (pembicara) di "Shcolarship Fair" pada tanggal 31 Agustus 2013 di Sekolah Tinggi Manajemen Industri. Rekan saya memberitahukan lagi tentang pameran ini. Ia mengirimkan saya sebuah tautan yang beralamatkan http://ehef-indonesia.org. Mengetahui hal itu, sontak saya pun sangat antusias dan langsung mendaftarkan diri agar bisa datang di pameran itu. Ya, pameran itu bernama EHEF (European Higher Education Fair). Sepengetahuan saya, pameran ini rutin diadakan setiap tahun. Jadi jangan berkecil hati bagi yang belum berkesempatan hadir pada tahun 2013 ini ya! ;)
![]() |
Poster EHEF 2013 | Source: ehef-indonesia.org |
Lanjut ke EHEF 2013 lagi...
![]() |
Booklet dan brosur-brosur dari EHEF 2013. Yang mau lihat sini ke rumah saya! :D |
Saya datang ke pameran tanpa pernah berniat untuk mendapatkan insight yang bersifat teknis dari sana. Kalaupun ada, pasti tidak optimal. Oleh karena itu, saya tidak mengeluarkan alat tulis saya. Karena saya sadar itu pameran; saya hanya melihat-lihat apa yang mereka pamerkan. Bayangkan dengan banyaknya orang di sana masa iya saya bertanya tentang cara kuliah di luar negeri dari A sampai Z sedetail-detailnya? Saya sudah cukup merasa aman dengan memegang buku yang diberikan oleh EHEF yang berisikan kumpulan info universitas di Eropa sana. Saya bisa membacanya di rumah sambil sesekali berselancar di Google. Beda ketika saya mendatangi seminar, workshop, konferensi, dan lain-lain.
Di bagian dalam ruangan terdapat banyak stand dari universitas-universitas asal Eropa. Sedangkan di luar ruangan terdapat semacam seminar bergilir dari perwakilan masing-masing negara. Di dekat seminar itu terlihat kursi dan meja yang diduduki oleh para orang asing yang bergaya formal. Pikirku mereka adalah orang-orang 'penting'. Di sisi lainnya lagi ada berbagai stand sponsor dan media partner. Kemudian lalu lalang lah muda-mudi dengan wajah yang dilukis bergambar bendera negara-negara di Eropa. Oh, ada face-painting di sana. Di dekat dinding luar ada semacam gambar besar yang bertuliskan nama-nama negara di Eropa. Gambar itu biasanya dijadikan latar belakang untuk berfoto. Dengan melihat hal-hal semacam itu saja sudah menambah keceriaan saya.
Saya ingin melihat stand di dalam. Kemudian kami berpencar. Tentu, saya sendirian. Saya memang orang yang tidak bisa diam. Kaki dan tangan ini rasanya tidak bisa kalau tidak melakukan apa-apa.
Ada perasaan kecewa ketika saya tidak menemukan stand University of Oxford di sana. Tapi kekecewaan itu tidak bertahan lama. Saya bertemu Kak Nur Febriani Wardi (alumni Universitas Indonesia, melanjutkan studi di Belanda, saya bertemu dengannya saat di STMI) di salah satu stand universitas asal Belanda. Ia ditemani oleh seorang bule cantik. Kemudian saya duduk di kursi yang telah disediakan di stand itu dan mengobrol santai dengan Kak Febri. Kak Febri mempersilakan saya untuk bertanya langsung pada teman di sebelahnya yang bule itu. Saya pun sangat excited. Ini adalah kesempatan saya untuk belajar berbahasa Inggris. Learning by doing.
Saya lupa nama wanita itu. Yang jelas ia adalah salah satu mahasiswi jurusan ekonomi di International Institute of Social Studies of Erasmus University Rotterdam Belanda. Ia sangat antusias dalam menyambut jabatan tangan saya. Matanya pun berbinar-binar menatap saya. Kami berbicara cukup banyak. Beberapa diantaranya adalah tentang orang Indonesia dan perasaannya belajar di kampusnya.
Ia bilang orang Indonesia sangat ramah dan terbuka; tidak seperti orang barat kebanyakan. Meski udaranya panas, tapi keramahan orang Indonesia bisa menyejukkan hatinya. Orang Indonesia juga bertingkah laku sopan dan tidak apatis dengan orang yang baru dikenal. Ia senang berada di Indonesia untuk pertama kalinya.
Semoga saja apa yang ia katakan itu tulus dari hati. Semoga juga orang Indonesia bisa membuktikan image yang ada pada diri kita dengan sebijak-bijaknya. Jangan sampai anggapan mereka berubah menjadi negatif.
Saya bertanya tentang rasanya menjadi mahasiswi di Eropa sana. Ia menjawab dengan to the point dan berfokus pada satu titik pembahasan. Ia menjelaskan banyak hal tentang self-centered. Ia bilang orang yang tidak mandiri sudah dapat dipastikan tidak bisa hidup nyaman di sana. Karena di sana apa-apa serba sendirian. Orang tidak mau peduli dengan kesulitan yang kita alami. Ini bukan hal yang buruk. Justru ini melatih kekuatan kita untuk bertahan hidup. Self-centered itu perlu. Bahkan bisa dibilang kalau di Eropa itu sistem pendidikannya seperti student-self-learning. Mahasiswa belajar secara mandiri. Saya pun tersenyum mendengarnya. Karena selama ini saya adalah seorang self-learner. Saya lebih suka belajar sendiri dengan gaya saya sendiri. Makanya ketika SNMPTN saya memilih untuk tidak mengikuti bimbel. Sepertinya saya akan cocok belajar di Eropa. Hehehehe. Aamiin ya Allah.
Self-learning menurut Wikipedia mengacu kepada belajar otodidak, belajar tanpa pengawasan, dan belajar dengan alat.
Belajar otodidak, tanpa pengawasan, dan dibantu oleh mesin? Setiap orang memiliki kecenderungan untuk menjadi seperti itu. Biasanya yang dipelajari secara otodidak itu adalah hal yang tidak terlalu berkaitan dengan pelajaran yang orang itu tekuni. Atau pelajaran yang mereka tekuni, namun ingin lebih mendapat informasi dengan cara yang berbeda. Biasanya orang yang otodidak sering mencari sumber di perpustakaan atau internet. Sendiri dan tanpa ada yang mengawasi.
Berikut ini tips menjadi self-learner yang baik:
Manfaatkan open source dan courseware sebaik-baiknya. Ada iTunes U, YouTube EDU, Open Culture, MIT Open Courseware, dan masih banyak lagi yang lainnya. Jangan gagap teknologi. Gunakan apapun yang ada di internet untuk hal positif seperti belajar.
Menetapkan tujuan yang jelas. Karena self-learning tidak melibatkan silabus yang formal, maka terserah kepada individu masing-masing ingin men-set goals seperti apa.
Jadi anggota perpustakaan. Self-learner bisa membaca berbagai macam sumber dari berbagai macam perspektif. Tentu saja hal ini sangat dibutuhkan.
Pengkajian diri. Self-learner tidak seperti sistem di sekolahan yang mengetes kemampuan belajar berdasarkan serangkaian ujian. Jadi, self-learner perlu menguji dirinya sendiri dengan standar kompetensi yang disesuaikan, barulah bisa berpindah untuk mempelajari topik yang lain.
Realistis. Jangan mentang-mentang self-learner, kita jadi seenaknya memadukan ilmu (apalagi ilmu eksakta) dengan imajinasi pribadi kita.
Sadar diri. Ini juga ada kaitannya dengan realistis. Ketahuilah kelebihan dan kekurangan kita dalam belajar. Pahami juga bahwa kita masih tetap butuh rangsangan dari luar diri kita.
Kemampuan me-manage waktu. Dibutuhkan komitmen yang besar untuk memilih menjadi seorang self-learner. Buatlah to-do-list atau semacamnya untuk mengatur jadwal kita.
Motivasi diri. Cari tahu apa yang membuat kita memilih menjadi seorang self-learner. Ingat-ingat itu kembali sebagai sumber motivasi. Tetaplah optimis, fleksibel, dan terarah.
Beristirahatlah. Menurut penelitian New York University, mengambil waktu untuk relaksasi (tidak harus melibatkan tidur) akan menenangkan pikiran dan membuatnya lebih mudah untuk menyimpan informasi.
Go mobile. Ini optional. Jika keuangan memungkinkan, gunakanlah tablet atau smartphone sebagai media untuk belajar. Jadi kita bisa belajar di manapun dan kapanpun.
Makan makanan yang bergizi. Menurut Dr. Mehmet Oz, makan dengan makanan yang gizinya seimbang dapat meningkatkan fungsi kognitif otak; hal itu dapat membuat self-learner menyerap pelajaran lebih cepat dan menyimpannya dalam memori lebih lama.
Berolahraga. Terlibat dalam segala macam aktivitas fisik bukan hanya menyehatkan jantung, tapi juga otak. Aerobik bagus sebagai perangsang fungsi kognitif otak kita. Jika tidak, lari atau jalan pagi bisa juga jadi pilihan yang tepat.
Tantang diri kita. Menurut The Daily Beast, salah satu cara paling efektif untuk menambah kemampuan kognitif kita adalah dengan mempelajari sesuatu yang baru ---yang belum kita pelajari sebelumnya. Tanpa meninggalkan fokus utama kita.
Berpikir di luar kotak. Tidak semua strategi dapat berhasil dilakukan oleh self-learner, namun berpikir anti-mainstream adalah sesuatu yang perlu dipertimbangkan guna mencari solusi yang inovatif.
Buanglah segala perasaan negatif. Tetaplah optimis! Tidak ada yang lebih mengenali dirimu selain dirimu sendiri, termasuk dalam hal belajar.
Nah, untuk kalian yang ingin ke luar negeri, persiapkan kemandirian kalian dalam segala aspek! Termasuk dalam belajar. Bagi yang suka mencontek, lebih baik dipikir ulang lagi saja niatnya untuk menempuh studi di luar negeri. Hehehehe.
Kemudian saya berpamitan untuk menuju ke stand yang lain. Saya sangat senang bisa mendapatkan kesempatan untuk berbicara langsung dengan keturunan para penjajah bangsa saya. Hehehehe.
Kemudian saya bertemu kakak angkatan saya yang baru saja mendapatkan gelar Sarjana Akuntansi dari Universitas Indonesia. Ia menjaga stand Keele University, United Kingdom. Di sebelahnya duduk lelaki asing yang kira-kira sudah berkepala empat. Laki-laki itu terlihat sangat sabar menjelaskan apa yang beliau sampaikan kepada para pengunjung. Akhirnya saya berkesempatan mengobrol dengan beliau. Beliau ternyata adalah dosen di Keele University. Ia berkebangsaan Jerman, namun tinggal cukup lama di Inggris.
Saya dan beliau lebih banyak bercerita tentang kampus kami masing-masing. Kakak angkatan saya pun ikut ambil alih pembicaraan. Dua lawan satu. Hehehehe.
Keele University berada di kota kecil yang dekat dengan berbagai pesona alam yang indah. Bangunannya pun tidak semegah dan semewah universitas lain di Eropa. Jika saya bisa mengibaratkan, Keele University itu IPB-nya Inggris. Hehehehe. Tapi mereka tak berfokus pada jurusan yang termasuk ilmu pengetahuan alam saja.
Uniknya, para mahasiswa bisa menginap di kampus tanpa perlu menyewa asrama. Mendengar penjelasan bapak itu, saya berpikir bahwa Keele University adalah universitas yang hangat dan bersahabat. Cocok untuk mereka yang memiliki kecerdasan naturalis dan bermental biofilia tinggi.
Kemudian saya bertanya pertanyaan yang sama seperti yang saya ajukan kepada wanita asing asal Belanda sebelumnya.
"Could you please explain me the specific differences between your college system and others? I mean, If you are very pleased to do so."
Perlu diketahui bahwa pertanyaan saya itu terlampau sopan, bahkan lebay. Hehehehe. English yang diawali dengan "Could you..." adalah kalimat polite atau formal (selain past tense juga). Ditambah dengan kalimat "If you are very pleased to do so" yang artinya "jika Anda benar-benar berkenan". Saya memang lebay. Memang. *pengakuan*
Dan hal sesimpel itu menciptakan sesuatu yang sangat menarik perhatian saya. Dengan pertanyaan yang sama, mereka menjawab pertanyaan saya dengan cara yang berbeda.
Wanita asing asal Belanda menjawab langsung kepada inti jawabannya. Sedangkan pria asing asal Jerman yang lama menetap di Inggris mengawali jawabannya dengan "Yes, Putri. Of course. I could."
Hal itu menggelitik saya. Saya berestimasi bahwa itu adalah salah satu efek dari faktor antropologi ataupun kultur. Ah, saya jadi semakin semangat mempelajari sastra dan budaya dunia.
Lalu beliau menjawab pertanyaan saya dengan sangat sabar dan terdengar sangat intelek. Mungkin karena beliau dosen juga. Setiap perkataannya seperti sudah disusun rapi. Tenang dan tak meledak-ledak.
Ia bilang bahwa yang terkenal dari pendidikan di Inggris adalah mahalnya. Wah, saya salut dengan kejujuran beliau. Namun beliau melanjutkan bahwa mahalnya pendidikan Inggris akan sebanding dengan apa yang kita dapatkan jika belajar di sana nanti. Sumpah, ini semacam trik psikologi. Saya jadi semakin penasaran. Allah... :')
Saya berpamitan dengan beliau dan beliau mengucapkan terima kasih dengan bahasa yang formal juga.
"Thank you very much."
Lalu saya jawab "The pleasure is all mine, Mister."
Selebihnya saya hanya basa-basi meminta brosur di stand yang lain hehehehe. Kalau saya harus mengobrol dengan orang asing di stand lain, saya tidak suka obrolan singkat. Saya tahu diri saja kalau di stand lain tak ada (atau tak lihat?) rekan yang saya kenal, saya tidak akan berlama-lama. Ngantri.
Saya meninggalkan Hotel Sahid dengan perasaan lega karena saya tidak menyia-nyiakan setengah hari saya. Saya belajar banyak hal dari sana. Kemudian rekan saya mengajak saya ke Festival Kuliner Tradisional Indonesia di Summarecon Mall. Terbayang kan betapa bahagianya saya? Setengah hari menjadi internasionalis, setengah hari lagi menjadi nasionalis. Alhamdulillah.
Sebagai penutup, coba cek gambar ini!
![]() |
Education Quotes | Source: https://www.facebook.com/akemi.edu.in |
"Education is not what you learn, it is what you do with what you have learnt."
"Pendidikan bukan apa yang kamu pelajari, tapi yang kamu lakukan dengan apa yang telah kamu pelajari."
Semangat meraih mimpi untuk studi di luar negeri, kawan-kawan!
Bagi yang sudah tercapai, ilmu kalian kami tunggu ya untuk kesejahteraan bersama!
Jangan dinikmati sendiri ilmunya!
Ingat Indonesia!
Mari cerdaskan bangsa!
;)
Semoga tulisan saya ini bermanfaat!
Wassalamu'alaikum...
Sumber:
- http://en.wikipedia.org/wiki/Self-learning
- http://en.wikipedia.org/wiki/Autodidacticism
- http://en.wikipedia.org/wiki/Unsupervised_learning
- http://en.wikipedia.org/wiki/Machine_learning
- http://www.edudemic.com/15-ways-to-become-a-better-self-learner/
senang membaca postingan dari pengalaman anda yg telah mengikuti EHEF, membuat sy tertarik juga untuk mengikutinya juga tahun ini (2015). by the way, berhasilkah anda untuk masuk ke University of Oxford ?
ReplyDeleteHalo! Begitupun saya; senang saat mengetahui Anda senang membaca postingan di blog saya. ^^
DeleteSaya sarankan Anda untuk mengikuti EHEF 2015, karena mungkin universitas yang membuka stand di sana akan lebih banyak daripada sebelumnya. Dan Anda akan mendapatkan pengalaman yang lebih kaya. :)
Saya berniat menyelesaikan jenjang S-1 saya di Indonesia terlebih dahulu. Jika Allah menghendaki, kelak saya akan melanjutkan studi S-2 saya di Inggris. Semakin hari semakin banyak pertimbangan yang perlu dimatangkan. Doakan saja yang terbaik untuk saya. Terima kasih. :)