29 October 2013

NFEC 2013 (1)

Sertifikat dan kartu tanda peserta NFEC 2013
Assalamu'alaikum...

Kali ini saya akan mencoba untuk membagikan apa yang sudah saya dapatkan dari NFEC 2013 beberapa waktu silam.

Sebelumnya mohon maaf jika tulisan ini akan saya buat bersambung. Saya menulis di binder memang hanya seperti coret-coretan dan garis besarnya saja, namun saya mengetahui kealpaan manusia pada umumnya; mudah lupa. Maka saya mengeluarkan seluruh yang (masih) saya ingat dengan sedetail-detailnya agar suatu saat nanti saya bisa membaca ulang lagi. Dengan menulis, saya belajar. :D

Apa itu NFEC? NFEC itu singkatan dari National Future Educators Conference. Ya, konferensi pendidik masa depan tingkat nasional. NFEC adalah salah satu program dari Youth Educators Sharing Networks (Youth ESN) yang mengumpulkan delegasi anak muda yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan dari seluruh daerah di Indonesia. 

Simak video pengenalan berikut ini!


Pada masa pendaftaran, kami (para calon delegasi yang ingin mendaftar) mengisi data diri dan beberapa pertanyaan di website penerimaan. Jika lolos, akan dikirimi e-mail konfirmasi. Dan alhamdulillah, saya berhasil lolos menjadi salah satu delegasinya bersama 129 anak muda terpilih lainnya.

Konferensi diadakan di Universitas Siswa Bangsa Internasional pada tanggal 26-27 Oktober 2013. Pada hari itu, saya bertemu dengan rekan-rekan dari berbagai daerah. Ada yang dari Aceh, Bali, Riau, dan daerah lainnya di seluruh Indonesia. Mereka berasal dari berbagai macam background juga; pendidikan, sastra, teknik, politik, dan jurusan-jurusan lainnya. Betul, dengan background apapun seseorang bisa menjadi pendidik. Tapi tetap saja, syarat dan ketentuan berlaku. Bayangkan jika seseorang yang  ilmunya belum cukup memadai tapi ia menjadi pendidik! Yang ada nanti hanyalah kesesatan yang diajarkan kepada para muridnya.

Dari sekian banyak kepala, yang selama dua hari terus bersama saya adalah ketiga rekan saya yang saya yakin sekali akan sangat saya rindukan, yaitu Kak Riskha, Astha, dan Sania

Kiri-kanan: Sania, Astha, Kak Riskha, dan saya.
Setelah mengobrol dengan beberapa rekan, saya menyimpulkan bahwa mereka adalah orang-orang yang luar biasa hebatnya (anggap saja saya menggunakan metode sampling). Kak Riskha, misalnya. Dia sangat lancar berbahasa Korea karena dia pernah menjadi  murid pertukaran ke negara asal Gangnam Style itu. Dan kehebatan jenis lainnya dari setiap orang di sana. Mereka hebat dengan cara mereka masing-masing.  Saya bersyukur bisa menjadi bagian dari mereka. Allah Maha Baik.

Tema NFEC tahun 2013 ini adalah "Education to Employment: What Would (Youth) Educators Do?". Tema ini diangkat berdasarkan adanya data dari International Labour Organisation (ILO) 2013 yang melaporkan bahwa sekitar 73 juta pemuda di dunia adalah pengangguran. Sedangkan menurut data dari sumber yang sama pada tahun 2012, disebutkan bahwa Indonesia memiliki 56% pemuda yang tidak mempunyai pekerjaan. Ironisnya, pemuda yang tidak bekerja itu bukan berasal dari kalangan yang tidak terdidik saja melainkan mereka yang memiliki bekal pendidikan yang cukup juga. Kemudian McKinsey (2012) melaporkan bahwa kurang lebih 45% pemuda bekerja tidak sesuai dengan bidang yang mereka tekuni.

Isu-isu seperti itu kami diskusikan selama dua hari dalam konferensi ini; 3 plenary sessions, 2 parallel sessions, 1 workshop, fraternity night, dan NFEC cafe. Seru. Sangat seru.

Seperti konferensi, pelatihan, dan camp lainnya, kami terlebih dahulu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Saya bisa merasakan kontrasnya saat menyanyikan lagu itu pada upacara sekolah dengan ketika menyanyikan lagu itu pada kegiatan-kegiatan semacam ini. Dalam kegiatan semacam ini, tak ada satupun yang tak khidmat. Justru biasanya ada yang terlalu terbawa emosi sampai menangis. Subhanallah. Bukti eksplisit kecintaan terhadap Indonesia.

Biasanya pula, dalam kegiatan seperti ini ada pembacaan pledge, seperti di APSIA misalnya. Namun kali ini tidak. Hanya saja kami diberitahukan sebuah jargon. Ketika MC berteriak "Youth ESN?!" Kami mesti menjawabnya dengan "Muda, Mendidik, Membangun bangsa!" 

Langsung saja ke acara.

Sambutan-sambutan

Ada sambutan dari beberapa pihak, yaitu Kak Hana Sofiyana (general coordinator of NFEC 2013), Kak Yosea Kurnianto (general coordinator of Youth ESN), dan Ibu Prof. Dr. Zoraini Wati Abas (perwakilan USBI). Saya mencatat insight dari kedua pemberi sambutan.

Kak Yosea Kurnianto:

  • Education is not about schooling, it is about learning.
  • Education is not preparation for life but is life itself.
  • Bagaimana cara mendidik? 1) Memberikan contoh, 2) Melakukan sesuatu bersama; memberikan kesempatan bagi yang lain untuk berpartisipasi dalam sebuah aktivitas, 3) Mendorong atau memotivasi.

Bu Prof. Dr. Zoraini Wati Abas:

Beliau sempat menangis saat berbicara di depan kami. Alasannya karena sedih dengan fakta yang terjadi pada anak muda Indonesia dan terharu karena ternyata masih ada anak muda yang peduli dengan hal itu (dalam konteks ini, anak muda yang dimaksud adalah kami).

  • Education is not for making an employee, but to create an employment
  • Seperti kata Confucius, "Every truth has four corners; as a teacher I give you one corner, and it is for you to find the other three". Seharusnya para pendidik di Indonesia juga berpikiran seperti itu. Jangan merasa paling benar sendiri sehingga nantinya membelenggu kebebasan berpersepsi pada murid.
  • Yang harus dimiliki oleh anak muda yang ingin masuk ke dunia kerja di antaranya yaitu kemampuan berkomunikasi, integritas, kapasitas intelektual, kepercayaan diri, sifat / sikap individu, kemampuan untuk merencanakan sesuatu, kemampuan menulis, kemampuan dalam menguasai komputerisasi, kemampuan bekerja dalam tim, dan lain-lain.
  • Buku yang direkomendasikan: "The World Is Flat" (Thomas L. Friedman) dan "Ubiquitous Learning" (Bill Cope & Mary Kalantzis).

Setelah sambutan, kami disajikan Tarian Marpangir yang berasal dari Sumatera Utara. Penarinya berasal dari Tatra Abhirama, klub tari dari Universitas Siswa Bangsa Internasional. Sungguh suatu kehormatan untuk bisa disambut dengan tarian seindah itu. Terima kasih, USBI!

Tari Marpangir oleh Tatra Abhirama USBI di NFEC 2013.


Sesi Pleno 1
Pemateri: Miss Cheryl (Perwakilan dari Mc. Kinsey & Company)
Topik: Education to Employment: A Global Overview

Pada sesi ini, pemateri menggunakan dua bahasa sekaligus; Bahasa Melayu dan English. 

  • Banyak sarjana yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan S2. Masalah utamanya yaitu biaya. Masalah lainnya yaitu prinsip "work first, university later" yang kian merebak. Berdasarkan survei pun, sedikit yang berpikiran bahwa pendidikan berperan dalam meng-improve kesempatan mereka dalam mencari pekerjaan.
  • Pendidikan memang bukan hanya tentang mendapatkan pekerjaan. Tapi yang penting adalah menanamkan nilai-nilai pekerja ke dalam diri kita. Bukan berarti kita harus bekerja pada orang lain.
  • Learning by doing (hands on learning) or through digital simulation, education can make a big difference.

Kemudian kami diberi waktu untuk diskusi per kelompok yang dibagi berdasarkan kolom dan baris kursi. Rangkumannya sebagai berikut:
  • Tanamkan mindset: setelah lulus kuliah, at least bisa kerja dan mempekerjakan 4 orang lainnya. Supaya kita ikut andil dalam pembuatan lapangan kerja.
  • Kebanyakan mahasiswa tidak terlalu menganggap penting isi Curriculum Vitae. Padahal itu penting untuk dunia kerja sebagai bukti track record kita. Karena tak perlu munafik, perusahaan biasanya mencari yang sudah berpengalaman. Entah itu pengalaman kerja, organisasi, prestasi, dan lain sebagainya.
  • Seharusnya pada awalnya siswa dijejali dengan filsafat ilmu atau filsafat pendidikan di sekolah atau kampusnya. Hal itu agar anak muda mengetahui esensi ilmu dan pendidikan dari akar-akarnya.
  • Di luar negeri, perusahaan dan universitas bekerjasama secara langsung. Perusahaan mengambil riset yang dilakukan oleh mahasiswa di universitas rekanan untuk membuat inovasi baru atau apapun.
  • Pernah ada salah satu peserta konferensi yang mengikuti konferensi lain sebelumnya tentang kemiskinan. Ia bilang bahwa di konferensi tingkat nasional itu hanya hadir para akademisi atau kaum intelektual. Tidak ada sama sekali pihak yang mewakili pemerintah. Ini bukti nyata bahwa antara pemerintah dengan kaum intelektual belum berkolaborasi secara optimal.
  • Seharusnya penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA bukan berdasarkan pada "nanti akan belajar apa saja", namun pada "nanti akan kerja menjadi apa".
  • Orang Indonesia itu bisa dalam banyak hal namun sedikit-sedikit, sedangkan orang luar negeri bisa sedikit hal tapi secara mendalam. Untuk itu, kita harus mengencangkan semangat untuk menjadi profesional di bidang kita masing-masing. Lalu kita menempati profesi yang sesuai juga dengan apa yang selama ini kita tekuni. "Right man in the right place".
  • Manfaatkan media sosial sebagai sarana belajar. Kurangi bergalau-galauan. Jika ingin galau, galaulah dengan cara yang membuat diri kita lebih baik dari sebelumnya. Menulis cerpen galau lalu dilombakan, misalnya.
  • Berfokuslah pada kemampuan, bukan hanya gelar. Semua akan percuma jika kita punya gelar tapi ternyata kita tidak mampu menguasai bidang yang telah menjadikan kita bergelar itu.
  • Bagi pemilik perusahaan, kurangilah pekerja yang berasal dari luar negeri. Untuk itu, kita harus meningkatkan kualitas diri agar pemilik perusahaan pun mulai melirik sumber daya manusia yang berasal dari dalam negeri.
  • Untuk yang menempuh studi di luar negeri, jangan lupa kembali lagi. Berikan kontribusi nyata kita untuk Indonesia. Jangan seperti "kacang lupa kulitnya".
  • Jadilah tauladan bagi orang-orang di sekitar kita. Tak perlu persuasif secara langsung. Tunjukkan saja buktinya kalau kita bisa dijadikan acuan untuk kehidupan yang lebih baik bagi semua.
  • Pemerintah harusnya lebih banyak mempublikasikan beasiswa serta mesti memberi apresiasi pada setiap karya anak muda bangsa. Jangan sampai aset negera kita (anak muda) malah lebih dihargai oleh bangsa-bangsa lain.

Sesi Paralel 1 (sub bidang Sains dan Teknologi)
Pemateri: Kak Agustin Capriati (Mahasiswi berprestasi Universitas Brawijaya)
Call for Paper Sharing: Marine Protected Area


Konferensi ini terbagi menjadi 4 sub bidang; sosial, pendidikan dan pelatihan, pelayanan, dan sains-teknologi. Saya adalah peserta yang terpilih di sub bidang sains dan teknologi. Jadi, pada sesi paralel kami akan berpisah sesuai sub bidang kami masing-masing.

Di kelas sainstek, Kak Agustin memaparkan tentang paper-nya yang ber-concern pada perlindungan dan pemanfaatan ekosistem laut. Spesifiknya yaitu tentang Marine Protected Area (MPA).

  • Marine Protected Area (MPA) merupakan 30% wilayah perlindungan laut yang mencakup pesisir laut juga. Mengapa harus dilindungi? Karena pesisir laut merupakan wilayah krusial yang rentan terhadap tekanan lingkungan. 
  • Marine Protected Area (MPA) di Indonesia biasa disebut dengan Kawasan Konservasi Perairan (KPP). Kaitannya dengan Peta Zonasi ada di UU No 27 tahun 2007.
  • Jika di daratan kita mengenal tentang tata ruang kota, maka di laut ada yang disebut peta zonasi.
  • Salah satu bentuk MPA adalah marine ecotourism atau yang kita kenal sebagai wisata bahari. Selain memanfaatkan potensi alam, juga bisa mendapatkan keuntungan.
  • Manfaat dari MPA diantaranya; meningkatkan keanekaragaman hayati laut, memperbaiki perikanan tangkap, menjaga ekosistem laut.
  • Jika suatu daerah memiliki potensi pada ekosistem lautnya, ada baiknya ilmu kelautan dimasukkan ke dalam muatan lokalnya. Karena pada dasarnya muatan lokal itu fungsinya untuk memberdayakan daerah lokal. Bukan cuma bahasa yang mesti dijadikan bahan ajaran. Harus ada pihak yang "melek" tentang hal ini.
  • Di Banyuwangi sudah dicanangkan Marine Education pada tingkat 5-6 SD. Mereka belajar secara fun. Membaca komik terumbu karang, bermain ular tangga yang berisikan informasi tentang lautan, menonton film "Finding Nemo", dan berbagai cara menyenangkan lainnya yang dapat membayar keingintahuan anak-anak itu.
  • Indonesia merupakan negara ke-8 yang menandatangani piagam United Nation Convention on Biological Diversity (UNCBD), maka Indonesia tertuntut untuk memperluas MPA-nya.
  • Tahapan dalam MPA yaitu; sosialisasi (pelestarian dan perlindungan), penyadaran (partisipasi dan pengawasan), pemberdayaan (pemanfaatan).
  • Bukan proposal A sampai Z yang negara butuhkan, tapi aksi nyata kita.
  • Apapun background kita, pasti ada impact berskala besar maupun kecil untuk negara jika kita melakukan aksi.
  • Tidak pernah ada kesempatan kedua. Yang ada hanyalah kesempatan lain yang mirip dengan kesempatan sebelumnya.
  • Jangan pernah melupakan guru SD. Orang yang melupakan guru SD, maka ia sudah lupa dengan perkembangan dirinya sendiri. 
  • Ini bukan sekedar sains dan teknologi, namun mengenai keikhlasan untuk membangun negara dengan pemuda-pemudi yang berilmu, beriman, bermoral, berkomitmen, serta berkapabilitas.

Ini bukan berarti kita harus menekuni sains dan teknologi. Ini tentang membangun bangsa dengan cara kita sendiri. Tapi saya yakin, tak akan ada perubahan tanpa adanya ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ah, saya semakin cinta dengan ilmu pengetahuan. Baik itu ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan terapan-terapannya. Teknologi? Mau tak mau mesti cinta juga. Karena tanpa dukungan teknologi, ilmu pengetahuan akan terseok-seok mengikuti perkembangan zaman. SAYA SEMAKIN SEMANGAT BELAJAR. Alhamdulillah. 

Sekian dulu tulisan saya tentang NFEC 2013 bagian 1. Lain kali insyaAllah akan saya lanjutkan. Semoga bermanfaat! Salam muda, mendidik, membangun bangsa! ;)

Kalian bisa baca kelanjutannya di NFEC 2013 (2) dan NFEC 2013 (3). ;)

Wassalamu'alaikum...

No comments:

Post a Comment