(Source: terapeak.com) |
Halo!
Assalamu’alaikum. :)
Haiku.
Pernahkah kamu mendengar kata itu? Terasa asing di telinga, namun mungkin
bentuknya sering kita jumpai secara tak sadar. Hmm, saya pun baru mengetahuinya
belakangan ini.
Berawal dari kunjungan saya ke perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kemudian saya menemukan buku tebal yang bersampul gambar ruang angkasa. Buku tersebut diberi judul “Starflight” oleh penulisnya. Setelah saya buka lembaran demi lembaran, ternyata buku itu adalah buku cerita bergambar untuk anak. Saya pun berinisiatif meminjamnya untuk diberitahukan kepada adik saya yang bilang kalau cita-citanya ingin menjadi pilot. Saya pikir ia pasti menyukainya karena di dalamnya banyak sekali gambar-gambar yang berkaitan dengan teknologi, langit, dan ruang angkasa.
Berawal dari kunjungan saya ke perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kemudian saya menemukan buku tebal yang bersampul gambar ruang angkasa. Buku tersebut diberi judul “Starflight” oleh penulisnya. Setelah saya buka lembaran demi lembaran, ternyata buku itu adalah buku cerita bergambar untuk anak. Saya pun berinisiatif meminjamnya untuk diberitahukan kepada adik saya yang bilang kalau cita-citanya ingin menjadi pilot. Saya pikir ia pasti menyukainya karena di dalamnya banyak sekali gambar-gambar yang berkaitan dengan teknologi, langit, dan ruang angkasa.
Benar
saja. Ia menyukainya. Namun ia lebih suka untuk melihat-lihat gambarnya saja
daripada membaca teksnya lantaran teksnya berbahasa Inggris. Hehehe.
Saya pun tak mau kalah. Saya turut membacanya sampai kemudian saya menemukan beberapa halaman unik yang bertemakan alam. Ketika saya memperhatikan teks di halaman-halaman tersebut, barulah saya mengetahui bahwa ternyata teks tersebut berbentuk puisi. Di atas halaman, terdapat tulisan “Haiku”. Sontak saya langsung saja berselancar di Google untuk mengetahui apa itu “Haiku”. Dan… Semakin saya menemukan jawaban, semakin tertarik pula saya untuk mencari tahu lebih banyak tentangnya. Sekarang, saya akan membagikan sedikit yang saya tangkap dari hasil pembelajaran iseng saya tentang Haiku.
Saya pun tak mau kalah. Saya turut membacanya sampai kemudian saya menemukan beberapa halaman unik yang bertemakan alam. Ketika saya memperhatikan teks di halaman-halaman tersebut, barulah saya mengetahui bahwa ternyata teks tersebut berbentuk puisi. Di atas halaman, terdapat tulisan “Haiku”. Sontak saya langsung saja berselancar di Google untuk mengetahui apa itu “Haiku”. Dan… Semakin saya menemukan jawaban, semakin tertarik pula saya untuk mencari tahu lebih banyak tentangnya. Sekarang, saya akan membagikan sedikit yang saya tangkap dari hasil pembelajaran iseng saya tentang Haiku.
Haiku
adalah salah satu jenis puisi Jepang yang terpendek dan memiliki 17 suku kata
dengan pola 5-7-5. Haiku juga memiliki ciri khas tersendiri yaitu adanya
kata-kata yang menunjukkan tentang musim tertentu (kigo). Pola 5-7-5 dan kigo
pada haiku merupakan aturan baku yang biasa pula disebut dengan aturan teikei.
Haiku berasal dari permainan haikai no renga yang merupakan permainan saling berbalas puisi atau pantun. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada mulanya haiku tersebar melalui budaya lisan, untuk kemudian barulah diadaptasikan ke budaya tulis-menulis. Pada abad ke-17, haiku identik dengan bait pertama dalam permainan haikai no renga. Namun pada abad ke-19, haiku didefinisikan menjadi lebih umum, yaitu bait berapapun dalam permainan haikai no renga. Haiku menjadi sangat popular di Jepang pada masa itu karena meski singkat dan sederhana, haiku dapat mengekspresikan perasaan orang-orang Jepang dengan sangat mendalam. Namun haiku tak hanya berkembang di Jepang, lho. Melainkan di seluruh dunia. Waaah! Menarik, bukan?
Haiku berasal dari permainan haikai no renga yang merupakan permainan saling berbalas puisi atau pantun. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada mulanya haiku tersebar melalui budaya lisan, untuk kemudian barulah diadaptasikan ke budaya tulis-menulis. Pada abad ke-17, haiku identik dengan bait pertama dalam permainan haikai no renga. Namun pada abad ke-19, haiku didefinisikan menjadi lebih umum, yaitu bait berapapun dalam permainan haikai no renga. Haiku menjadi sangat popular di Jepang pada masa itu karena meski singkat dan sederhana, haiku dapat mengekspresikan perasaan orang-orang Jepang dengan sangat mendalam. Namun haiku tak hanya berkembang di Jepang, lho. Melainkan di seluruh dunia. Waaah! Menarik, bukan?
Berikut
ini adalah haiku yang saya temukan secara tak sengaja di dalam buku
“Starflight”. Pada halaman ini, terdapat dua buah haiku. Haiku yang pertama
ialah haiku buatan Basho yang memang sudah terkenal sebagai “Bapak Haiku
Sedunia”, sedangkan haiku kedua ditulis oleh Chiyo. Haiku-haiku tersebut pada
mulanya berbahasa Jepang, namun sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris
oleh Harry Behn.
(Source: dokumentasi pribadi) |
Fotonya
memang agak blur, namun ketika di-zoom, kamu akan bisa dengan mudah membacanya,
kok. Hehehe.
Well,
jika saya tidak merasakan apa-apa saat membacanya, kita tak akan sampai sejauh
ini. Saya tak akan mencari tahu lebih dalam lagi tentang haiku. Namun nyatanya,
kedua haiku di atas menggugah rasa penasaran saya. Saya bergumam dalam hati,
“Lho, ini pendek banget tapi, kok, gimanaaa gitu…” Seakan saya bisa merasakan
apa yang penyair rasakan detik itu juga saat ia mengindra pengalaman yang ia
tuliskan hanya dengan 17 suku kata tersebut. :')
Pola
5-7-5? Haruskah?
Haiku
pada dasarnya memiliki pola 5-7-5. Bahkan ada sebagian literatur yang
menjelaskan bahwa pola 5-7-5 ialah pola wajib yang harus ada pada sebuah haiku.
Namun seiring perkembangan zaman, pola 5-7-5 ini sudah tidak lagi bersifat
kaku. Ada beberapa penyair haiku yang membuat haiku dengan pola berbeda. Haiku
yang tetap memiliki 17 suku kata namun polanya bukan 5-7-5 disebut dengan
kumatagari. Terdapat pula haiku yang lebih menyimpang, yaitu haiku yang tidak
berpola 5-7-5 dan tidak pula memiliki 17 suku kata. Haiku yang memiliki kurang
dari 17 suku kata biasa disebut dengan ji tarasu, sedangkan haiku yang memiliki
lebih dari 17 suku kata biasa disebut dengan ji amari. Semua itu adalah jenis
penyimpangan haiku. Namun lambat laun penyimpangan tersebut dianggap lumrah dan
haiku yang menyimpang tetap disebut dengan haiku.
(Source: haikustockphoto.tumblr.com) |
Sebenarnya bagaimana, sih, pola 5-7-5 itu diterapkan? Beginilah contohnya, kawan. Haiku ini merupakan haiku ciptaan Basho.
静さや 花なき庭の 春の雨
Shizukasa
ya / hanasaki niwa no / haru no ame
(5) (7) (5)
Betapa
sunyinya, halaman berbunga, hujan musim semi
Seperti
itulah penerapan pola 5-7-5 dalam haiku. Penerapan pola 5-7-5 dalam haiku
sempat membuat bingung para penyair pula. Bagaimana jika memang dalam bahasa
aslinya haiku memiliki pola 5-7-5, namun setelah ditejemahkan ke dalam bahasa
lain polanya menjadi berubah? Hmm, mungkin pertanyaan itulah yang menyebabkan
penyimpangan dalam haiku menjadi hal yang lumrah di era modern.
Kigo? Hmm...
Selain
pola 5-7-5, komponen lain yang menjadi aturan baku dalam sebuah haiku adalah
kigo. Kigo merupakan kata-kata yang menggambarkan keempat musim di Jepang.
Fungsi adanya kigo dalam haiku adalah untuk mengetahui pada musim apa haiku
tersebut dibuat dan bagaimana perasaan penyairnya. Lalu bagaimana kigo
ditempatkan pada sebuah haiku? Berikut adalah contoh haiku ciptaan Issa:
雪とけて村いっぱいの子どもかな
Yukitokete
/ muraippaino / kodomokana
(5) (7) (5)
Salju
mencair, desa pun penuh dengan anak-anak
Kigo
dalam haiku di atas terdapat dalam kata “Yuki tokete” atau “Salju yang
mencair”. Dengan adanya kigo tersebut, kita menjadi tahu bahwa haiku di atas
menunjukkan awal dari musim semi di mana anak-anak menyambutnya dengan
sukacita. Sebagaimana yang telah kita tahu, bahkwa ketika salju mencair, itu
tandanya musim semi akan tiba.
Ada Apa dengan Kireji?
Unsur
lain yang biasanya terdapat dalam sebuah haiku adalah kireji. Kireji merupakan
kata pemotong frase atau bisa dibilang pula kata pemenggal ungkapan. Kireji
dalam haiku biasanya berbentuk partikel (joshi) dan kata bantu (jodoshi).
Beberapa contoh kireji yang kerap digunakan dalam haiku yaitu kana (かな), keri (けり),
mogana (もがな), yo (よ), ya (や),
gana (がな), zo (ぞ), ikana (いかな),
zu (ず), ji ( じ), nu (ぬ),
tsuranu (つらぬ), ke (け), se (せ),
he (へ), shi (し), re (れ),
ikani (いかに) dan ramu (らむ). Namun demikian, keberadaan kireji
dalam sebuah haiku tidak sewajib keberadaan pola 5-7-5 dan kigo. Dengan kata
lain, kireji boleh tidak ada dalam sebuah haiku karena sifat keberadaannya
tidak mutlak.
Senryu: Masihkah Tergolong Haiku?
Seperti
yang telah kita ketahui bersama, haiku memiliki serangkaian aturan wajib yang
pada mulanya harus ditaati. Namun seiring berkembangnya zaman, aturan-aturan
tersebut sudah mulai ditinggalkan secara perlahan. Mulai dari polanya yang
sudah tidak lagi 5-7-5, hingga ketiadaan kata yang mengungkapkan tentang musim.
Hal ini didukung pula oleh kemunculan tokoh haiku modern yaitu Masaoka Shiki.
Shiki berpendapat bahwa aturan gramatikal yang merepotkan akan menghambat
kesenangan dalam berekspresi. Kemudian hadirlah aliran haiku baru atau aliran
haiku modern yang biasa disebut dengan senryu.
(Haiku modern ini dibuat untuk menggambarkan kondisi perubahan iklim dan diciptakan oleh Gregory C. Johnson pada tahun 2013.) |
Senryu
tidak hanya berbeda pada aturan gramatikal, namun juga topik atau tema yang
diangkat. Haiku tradisional menitikberatkan pada pengalaman indra manusia dalam
merasakan fenomena alam, sedangkan haiku modern (senryu) dapat mengekspresikan
tentang kehidupan sosial masyarakat, situasi-situasi tertentu yang patut
disindir, bahkan pantun jenaka yang bisa membuat kita terbahak-bahak. Hmm,
kesannya sangat menyimpang, ya? Namun entah kenapa aliran ini masih dapat
dikatakan satu rumpun dengan haiku.
(Haiku modern ini sengaja dibuat agar masyarakat mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Source: New York City Department of Transportation in collaboration with artist John Morse. Autumn 2011.) |
Haiga: A Visual Haiku
Hal
unik lainnya tentang haiku adalah bahwa ternyata haiku sangat berkaitan dengan
seni rupa. Pernyataan saya tersebut dibuktikan dengan adanya haiga yang sudah
membudaya sejak dulu hingga sekarang. Apa itu haiga? Haiga berasal dari
kombinasi kata “hai” yang berarti puisi dan “ga” yang berarti lukisan. Jadi,
singkatnya, haiga merupakan haiku visual atau puisi yang dilukis. Pada tahun
1644-1694, para penyair tradisional sering mengilustrasikan haikunya dengan cat
atau tinta dan melukis tiga buah gambar dalam satu media – yang merupakan
representasi dari tiga baris pada haiku.
(Haiga tradisional ini dibuat oleh Kinkoku. Di dalam haiga ini, terdapat gambar penyair Basho disertai dengan haiku ciptaannya. Source: wikipedia.com) |
Dalam
buku “Haiku Painting”, Leon Zolbrod menjelaskan bahwa haiga memiliki
karakteristik yaitu garis lukis yang bebas dan tipis serta apa adanya tanpa penyempurnaan
sana-sini. Haiga tradisional harus dapat terlepas dari detail-detail yang tidak
perlu. Kemudian Susumi Takiguchi, ketua dari World Haiku Club, menyatakan bahwa
kesederhanaan dan ironi adalah sifat esensial dari haiga tradisional.
Menurutnya, haiga itu tidak romantis, melainkan sangat apa adanya dan memiliki
unsur humor. Hal yang dituangkan dalam haiga tradisional ialah subjek dan objek
yang sering kita jumpai dalam keseharian kita.
(Haiga modern ini dinamakan “Rainier Valley Haiku”. Penciptanya adalah Roger Shimomura.) |
Tiga
komponen dalam haiga tradisional, yaitu lukisan/gambar, haiku, dan kaligrafi
dipersatukan dalam sebuah media yang sama bukan untuk saling menjelaskan,
melainkan hanya untuk saling melengkapi. Bahkan pada faktanya, terdapat banyak
haiga yang ketiga komponen di dalamnya tidak berkaitan sama sekali.
Nah,
seperti halnya haiku yang dikategorikan sebagai haiku tradisional dan modern,
haiga juga seperti itu, lho. Jika haiga tradisional biasanya berbentuk lukisan,
haiga modern dapat terjelma menjadi patung, desain grafis, fotografi, kerajinan
tangan, dan lain sebagainya.
(Haiga modern ini merupakan contoh haiga fotografi. Source: http://www.haigaonline.com/issue17-1/issue.html) |
Bagaimana
Cara Membuat Haiku?
Setelah
kita mengetahui sejarah, komponen, dan seluk-beluk haiku, tak ada salahnya jika
kita mempelajari juga cara membuat haiku yang baik. Sebenarnya menurut saya, tidak
ada pelajaran khusus untuk mengekspresikan perasaan ke dalam bentuk karya seni.
Hal yang dibutuhkan adalah kedalaman rasa dan kepekaan diri pada hal-hal yang
ada di sekitar. Selanjutnya, biarkan sang pena berlaga mengikuti kehendak
hatimu. Jika sudah dibina dengan hati, keindahan jenis apapun bisa tercipta. Namun
pada kalimat pertama dalam paragraf ini, saya menyisipkan frasa “yang baik”.
Jadi maksudnya, menurut para ahli, sebaiknya kamu membuat haiku dengan cara
seperti ini, lho. Jika kamu ingin haiku “yang baik”, sih. Kalau kamu hanya
ingin mengekspresikan perasaan tanpa peduli karyamu jadi bagus atau tidak, ya
tidak usah diikuti. Gitu aja kok repot. (?) Hehehe.
Pertama,
kita harus tahu dulu struktur dan komponen haiku. Di atas, kan, sudah saya
singgung tentang itu semua. Jadi, untuk bagian ini, saya sarankan kamu untuk
scroll lagi ke atas. Semoga jarinya nggak pegal, yah. Hehehe.
Kedua,
tentukanlah topik haiku. Jika kamu ingin membuat haiku tradisional, kamu boleh
setia dengan topik tentang alam. Jika kamu lebih tertarik pada haiku
kontemporer (senryu), kamu bisa mengambil topik seperti kemanusiaan, dan lain
sebagainya. Bagaimana untuk mengetahui topik yang cocok untuk haiku-mu? Hmm, tanyakan
pada dirimu sendiri: pada detik ini, apa yang rasanya ingin sekali kamu
tunjukkan pada orang lain? Haiku yang baik muncul dari keinginan penyairnya
untuk berbicara “Lihat itu!” kepada orang lain dengan cara yang lain pula. Ya,
dengan cara membuat haiku.
Ketiga,
setelah menentukan topik haiku, belajarlah untuk mendampingkan dua ide. Kita tahu
bahwa haiku yang baik dipenggal oleh kireji. Itu berarti terdapat dua ide yang harus
saling berdampingan dalam sebuah haiku. Dua ide tersebut ditujukan untuk
perbandingan internal – di mana kedalaman perasaan akan lebih terasa lagi saat
terdapat dua ide seperti ini. Contoh dari penerapan dua ide yaitu:
how
cool the feeling of a wall against the feet — siesta
(terjemahan:
alangkah sejuk dinding yang ditempeli kaki — tidur siang)
Nah,
terdapat dua ide, bukan? Yaitu sejuknya dinding dan tidur siang. Keduanya
saling mendampingi. Jangan lupa cantumkan kireji untuk menyempurnakan penggalan
dua ide tersebut! Namun jika tak ingin menggunakan kireji juga tidak masalah.
Keempat,
gunakanlah bahasa sensorik. Kamu harus menunjukkan, bukan menjelaskan. Haiku
diciptakan untuk menunjukkan apa yang kelima indramu tangkap secara objektif.
Jadi, haiku tidak membutukan kata-kata yang menjelaskan interpretasi
subjektifmu atau efek dari pengalaman mengindramu, melainkan hanya apa yang
dapat ditangkap oleh kelima indramu secara apa adanya. Misalnya, daripada kamu
menyebutkan “musim hujan”, lebih baik kamu menulis “banjir di pekarangan”. Dan
jangan terlalu klise dan berlebihan karena itu akan mengurangi esensi dari
haiku. Cukup tuliskan apa yang kamu
lihat dan ingin ekspresikan dalam bahasa paling lazim. Kemudian biarkan pembaca
berimajinasi dengan imajinasinya sendiri.
Kelima,
berburu inspirasi! Inspirasi itu ada di mana saja. Trust me. Untuk
mengoptimalkannya, pergilah keluar untuk berjalan-jalan dengan membawa buku dan
alat tulis. Kamu tak akan pernah tahu keajaiban apa yang akan datang sepanjang
perjalananmu nanti. Kamu juga disarankan untuk sering-sering membaca buku haiku
karangan penyair-penyair yang sudah mendahuluimu. Siapa tahu terdapat hal
menarik di dalamnya yang membuatmu semakin tergugah untuk membuat haiku. Lalu,
kamu juga dapat bergabung dengan komunitas-kounitas haiku di daerahmu. Dapat
ilmu haiku sekaligus dapat teman baru. Menyenangkan, bukan? Ah, pokoknya banyaaak
sekali cara untuk mendapatkan inspirasi. Temukan caramu sendiri!
(Source: wikihow.com) |
Nah,
itu dia beberapa cara (atau lebih tepatnya tips) untuk membuat haiku dengan
baik yang saya kutip dari sebuah sumber yang nantinya akan saya lampirkan di
akhir tulisan. Jujur saja, secara pribadi, saya mengakui bahwa membuat haiku
itu tidak mudah. Apalagi untuk orang amatiran seperti saya yang biasa menulis tulisan
panjang dengan pilihan kata yang tak lazim demi kepuasan saya sendiri. Pikir
saya, kata-kata yang tak lazim itu punya keunikan tersendiri. Namun setelah
belajar sedikit tentang haiku, rasanya saya ingin belajar juga untuk
menciptakan karya sastra yang indah namun objektif dan sederhana.
Sejauh
ini saya baru belajar melakukan hal itu di Instagram. Saya membuat caption dengan kata-kata yang sederhana dan
singkat, tapi tetap nyastra (bukan haiku secara spesifik). Tapi tetap saja, bagi para Instagrammers yang biasa menulis caption kelewat singkat
atau bahkan no caption, sih, caption saya seperti cerpen. Hahaha. Biarin. Namanya juga lagi belajar. Cuek aja. :p
Intinya,
mari kita belajar haiku bareng-bareng! Haiku… Puisi yang tak pernah selesai
lantaran pembacanya dibiarkan melanjutkan sendiri di dalam hatinya. ^^
Alhamdulillah
kita telah sampai pada penghujung postingan. (?) Segenap diri saya beristighfar
dan memohon untuk dimaklumi jika tulisan ini banyak kekurangan. Itulah mengapa
di blog tersedia kolom komentar. Ya kamu tahu sendirilah kenapanya. Hehehe. Saya
pamit. Wassalamu’alaikum. :)
----------------------------------------------------------------------------------------
Bacaan:
- https://fitrianiindah.wordpress.com/2012/08/10/haiku-sebuah-karya-sastra-yang-mulai-ditinggalkan-7/
- http://id.wikihow.com/Menulis-Puisi-Haiku
- http://www.denpasar.id.emb-japan.go.jp/indonesia/konnichiwa%2012/konnichiwa12_44.html
- https://www.poets.org/poetsorg/text/haiga-haiku-calligraphy-and-painting
- Reichhold, Jane. 1986. Those Women Writing Haiku. AHA Poetry.
Alhamdulillah. Terima kasih! 😊
ReplyDeleteTerimakasih kak, sangat lengkap dan mudah dipahami💕
ReplyDelete