(Source: tumblr.com) |
Halo!
Assalamu’alaikum! ^^
Tak
terasa, sudah hampir sebulan saya melalui masa liburan. Saya tak menargetkan
banyak hal pada liburan saya kali ini. Travelling? Kerja sambilan? Sebentar
saja, ah. Hanya berkumpul tiap hari dengan keluarga di rumah pun rasanya sudah
lebih dari cukup. Mungkin ini pula hal yang akan disyukuri dengan sangat oleh
para anak rantau lainnya. Alhamdulillah.
Well,
selama tiga minggu lebih ini, saya tenggelam di lautan aksara yang diciptakan
oleh Vladimir Nabokov dan Jane Austen dalam novel klasiknya. Siapa yang tak
teraduk-aduk emosinya saat disajikan kisah asmara terlarang antara profesor paruh
baya dengan seorang gadis belia bernama Dolores Haze yang biasa dipanggil
Lolita? Sejak bab pertama, Nabokov berhasil membuat saya terperangah dengan
kemampuannya mengemas plot "ehem" dengan
kalimat puitis yang sangat indah. Hal itu menampikkan kesan “jorok” yang biasa
kita jumpai di film-film horror buatan Indonesia. Indah. Sangat indah. Jauh
dari citra menjijikkan. Yhaaa meski buku ini juga sempat dilarang beredar di
sejumlah negara karena kontroversinya, sih.
Kemudian
Jane Austen juga tak kalah hebat untuk membuat saya berdecak kagum dengan
penggambaran Fanny Price, Edmund Bertram, Henry Crawford, dan tokoh lain yang
sangat detail dan hidup. Ketika membacanya, semua tokoh yang diceritakan Austen
seperti sedang memainkan lakonnya tepat di hadapan saya.
Tiap percakapan yang mereka jalin pun bak terdengar di telinga saya secara
nyata. Saya seperti benar-benar berada di Inggris pada abad ke-17 sampai 18-an.
Dan lagi, saya menyukai cara Austen dalam menggambarkan tokoh yang sedang jatuh
cinta. Begitu mendalam dan manis. Rasanya getaran itu menular juga terhadap
saya. Tak heran mengapa Jane Austen dianggap sebagai salah satu penulis yang
sangat cakap dalam memaparkan watak-watak manusia.
Ah,
novel-novel klasik memang tak pernah gagal membuat saya terhibur! Itu pula
alasan mengapa novel klasik adalah buruan pertama saya saat saya menyempatkan
diri untuk pergi ke toko buku. Rak lainnya yang biasa saya hampiri ialah rak ekosospolhukhum
(karena tuntutan perkuliahan), peralatan sekolah (karena saya suka melihat
benda-benda lucu), dan rak psikologi (karena saya memang gemar mempelajari
psikologi). Nah, tulisan ini sebenarnya baru hendak dimulai di sini; di mana
saya acapkali berlalu-lalang di rak buku psikologi.
~~~
Saat
saya berputar-putar di rak buku psikologi, saya melihat satu buku yang
terpampang di bagian depan rak. Buku itu berukuran kecil dengan hard cover dan
bertuliskan “Best-seller”. Saya iseng untuk melihat harganya dan… Wow! Tidak
terlalu ramah bagi dompet saya. Maka saya kembalikan buku itu ke posisi semula dan
berjalan-jalan lagi.
Anehnya,
buku itu tetap di sana saat saya melakukan kunjungan yang kesekian kalinya ke
toko buku tersebut. Saya pun membatin, “Apa yang menarik dari buku semacam
itu?” Saya penasaran, namun tidak dalam level “kepo binggo”. Sejak saat itu,
saya selalu memasang tampang acuh tak acuh saat melewati buku itu. Dan pilihan
saya tetap jelas; saya lebih memilih novel klasik yang pesannya tersirat di
dalam balutan karya sastra nan estetis daripada buku motivasi yang kadang
kutipannya dapat dengan mudah saya temukan di internet.
Pada
hari ini, tepatnya tanggal 27 Juli 2016, saya melakukan blogwalking. Pagi tadi
rasanya saya hendak membaca sesuatu. Saya belum membeli buku baru lagi. Maka
saya salurkan hasrat saya itu dengan berselancar di Google dan mengunjungi
beberapa halaman yang menurut saya menarik. Entah bagaimana, saya menemukan
sebuah blog yang berisikan link-link untuk mengunduh e-book. Wah, saya pun
tidak bisa melewatkan kesempatan itu, dong! Maka saya mengubrak-abrik blog
tersebut dengan mengunduh beberapa e-book yang menurut saya layak dibaca. Salah
satu e-book yang saya unduh adalah buku yang biasa saya lihat di rak psikologi dengan
tatapan acuh tak acuh di sebuah toko buku itu. Yap, judul bukunya adalah “The
Secret”!
~~~
Setelah
saya selesai membaca buku elektronik karya Rhonda Byrne yang pertama kali
diterbitkan pada tahun 2006 ini, saya langsung mencari review-nya di internet.
Wah, sudah banyak sekali yang me-review buku ini. Terang saja, buku ini sudah terbit
lama dan menjadi best-seller, kok. Sayanya saja yang telat membacanya. Agak
merasa telah menelan ludah sendiri juga, sih, karena pada awalnya saya tidak
tertarik dengan buku ini. Ah, biarlah. Sudah terlanjur terbaca. (?) Hehehe.
Dari
sekian banyak review tentang “The Secret” yang saya baca, ada satu review yang
membuat saya terkekeh. Review tersebut sangat menggelitik di perut saya.
Bagaimana tidak? Review yang terkesan lebih seperti kritikan itu memasang tema
tentang buku “The Secret” yang menyesatkan dalam sudut pandang agama. Katanya,
konten dalam “The Secret” lebih seperti meniadakan Tuhan lantaran segalanya
ditentukan oleh diri manusia sendiri. Logika saya dalam menanggapi kritik
tersebut, sih, simpel saja. Jika memang buku tersebut meniadakan Tuhan, untuk
apa di dalamnya terdapat kutipan yang bersumber dari bibel? Untuk apa dalam kalimatnya
masih dapat ditemui kata “iman” dan bahkan kata “Tuhan” itu sendiri?
Namun
setelah saya baca komentar-komentar dalam review tersebut, saya dapat
berkesimpulan bahwa si penulis review berniat baik. Niatnya adalah agar
generasi muda yang membacanya tak serta-merta menelan tiap kalimat secara utuh.
Pembaca harus benar-benar paham bahwa terkadang dalam sebuah buku, sesuatu
disampaikan tidak seperti bagaimana adanya. Terdapat banyak sekali permainan
kata di sana. Tak heran jika banyak di antara kita yang menyimpulkan bacaan
dengan kurang tepat. Maka review tersebut muncul sebagai wanti-wanti agar kita
semua dapat menjadi pembaca yang budiman.
After
all, saya menghargai kebebasan berpendapat. Saya tidak bilang bahwa review
tersebut buruk atau bagaimana. Tiap kalimat pada review tersebut terjejer rapi,
kok, seakan penulisnya memang sudah terbiasa menulis. Hanya saja, menurut saya,
kurang masuk akal. Entah kalau menurut yang lain. Sekali lagi, mari kita
rayakan kebebasan berpendapat ini dengan damaiii! ^^
~~~
Nah,
kali ini saya tidak ingin membuat review tentang buku “The Secret”. Karena nanti
saya terkena karma akibat telah mengkritik review orang. Hahaha. Saya hanya
merangkum beberapa poin unik yang mungkin penting untuk saya sampaikan di sini,
khususnya untuk diri saya sendiri. Poin-poin unik ini tidak 100% saya catut
dari buku, melainkan terdapat tambahan pendapat dari saya yang awam ini.
Beginilah sekiranya……
Pikiran
Manusia Ibarat Frekuensi Saluran Televisi
Manusia
itu seperti menara suar. Manusia dapat memancarkan frekuensi-frekuensi
tertentu. Frekuensi yang terpancar kemudian akan menampilkan gambar pada layar
televisi. Frekuensi-frekuensi yang disebutkan berasal dari pikiran manusia.
Jika pikiran manusia baik, maka gambar pada kehidupan nyatanya pun akan baik.
Begitu juga sebaliknya.
Hal
tersebut berkaitan dengan hukum fisika kuantum, yaitu hukum tarik-menarik (law
of attraction). Diri kita ibarat magnet yang akan menarik segala hal di
sekeliling kita. Hal yang tertarik oleh kita adalah segala hal yang kita
pikirkan. Sadar atau tidak sadar, hukum ini selalu berlaku dalam kehidupan
kita. Tanpa terkecuali, tanpa tombol pause. Intinya adalah, pikiran kita akan
menjadi sesuatu. Maka, pikirkanlah hal baik!
Perasaan
adalah Cerminan Pikiran
Kadang
manusia mengeluhkan bahwa ia tak tahu persis apa yang sedang ia pikirkan. Untuk
mengetahui apa yang sedang kita pikirkan, cobalah untuk memperhatikan bagaimana
perasaan kita pada saat itu. Jika kita merasa baik, maka dapat dipastikan saat
itu kita sedang berpikiran positif. Sebaliknya pun demikian, jika kita merasa
tidak enak, maka saat itu kita sedang memikirkan hal negatif. Perasaan yang
paling kuat pancaran positifnya menurut kebanyakan peneliti adalah perasaan
cinta. Cinta hadir sebagai himpunan pikiran-pikiran positif manusia terhadap
sesuatu.
Pikiran
dapat menentukan frekuensi, dan perasaan memberitahukan kepada kita pada
frekuensi manakah kita sedang berada. Solusi agar kita selalu berada di
frekuensi yang baik adalah dengan membuat daftar pemindah perasaan. Maksudnya
adalah kita harus dapat mengingat banyak hal yang bisa membuat kita memiliki
perasaan yang baik, misalnya makan es krim, jalan-jalan bersama adik, dan lain
sebagainya. Dengan melakukan hal yang dapat memindahkan perasaan buruk ke arah
perasaan baik, maka nantinya pikiran pun akan berubah menjadi baik pula.
Meminta,
Percaya, dan Menerima
Poin
ini mungkin merupakan poin yang paling banyak dibahas di internet tentang buku
ini. Sebab poin ini memang merupakan langkah agar mendapat kemudahan dalam
hidup menurur versi “The Secret’. Pertama, untuk mendapatkan keinginannya,
manusia harus meminta. Kita harus membiarkan semesta mengetahui tentang apa
yang kita inginkan. Lebih baik lagi jika kita membuat daftar keinginan dan
menuliskannya dengan sangat jelas. Meminta dapat juga dikaitkan dengan berdoa.
Kedua,
manusia harus percaya jika hendak mendapatkan keinginannya. Percayalah bahwa
sesuatu yang kita inginkan sudah menjadi milik kita sejak kita mulai
memintanya. Sesuatu tersebut sudah menjadi nyata di alam realitas tak
kasatmata. Menurut buku ini, hanya orang-orang dengan keimanan yang tak pernah
padam yang dapat percaya bahwa yang diinginkannya sudah menjadi miliknya.
Ketiga,
manusia harus menerima. Menerima berarti memiliki perasaan bahagia. Tidak perlu
khawatir bagaimana, kapan, dan di mana. Kita hanya perlu merasa bahagia dan
keinginan pun akan terwujud. Intinya adalah apa saja yang kita minta dalam doa
dengan penuh kepercayaan dan perasaan bahagia, pasti akan kita terima.
Tindakan
yang Terilhami oleh Naluri
Tentu
saja, dalam mendapatkan keinginan, manusia tidak bisa hanya diam. Manusia harus
menyelaraskan harmoni gerakannya dengan gerakan semesta. Manusia harus
melakukan tindakan. Tindakan dapat dikaitkan dengan aktivitas bekerja. Namun
ada yang membedakan dari tindakan yang terilhami dengan tindakan yang
biasa-biasa saja. Ketika manusia melakukan tindakan yang terilhami, manusia
tersebut justru merasa sedang tidak bekerja. Lain halnya dengan manusia yang
melakukan tindakan yang tak terilhami. Manusia tersebut pasti merasa sedang
bekerja.
Tindakan
terilhami oleh naluri, intuisi, dan biasa pula disebut dengan suara hati.
Naluri merupakan bentuk komunikasi dari semesta kepada manusia, maka ikutilah
karena naluri akan membimbing kita. Itulah mengapa orang yang melakukan
tindakan terilhami tidak merasa sedang berjuang mati-matian; karena mereka
mendengar nalurinya yang harmonis dengan semesta. Bisa dibilang pula bahwa
manusia yang akan mendapatkan keinginannya adalah mereka yang melakukan sesuatu
yang mereka suka karena mendengarkan kata hati.
Visualisasi
yang Harus Dibiasakan
Demi
memperjelas keinginan agar lebih mudah diwujudkan, menulis daftar keinginan
tidak cukup. Para psikolog menyarankan agar kita membiasakan diri untuk
memvisualisasikan keinginan kita di otak. Maksudnya adalah kita harus memiliki
gambaran yang benar-benar detail tentang keinginan kita. Namun biasanya, gambaran
tersebut sangat mudah dilupakan jika gambaran itu statis atau tidak bergerak.
Untuk
itu, sebaiknya kita membayangkan keinginan kita dengan dinamis. Misalnya ingin
memiliki mobil Fortuner, maka kita harus membayangkan kita menduduki kursinya,
mengendarainya, dan lain-lain secara detail dan dinamis agar tidak mudah lupa. Agar
lebih memudahkan untuk mengingatnya lagi, kita juga dapat membuat Papan Visi,
yaitu berupa papan yang ditempelkan segala keinginan kita. Papan ini bisa diletakkan
di mana saja, khususnya di sudut yang sering kita lewati agar keinginan kita
selalu terekam dalam memori dan dapat terwujud karena bantuan pikiran positif.
Kaya
Raya Itu Tidak Bertentangan dengan Ajaran Agama
Poin
ini sangat sensitif, ya? Namun jujur saja, saya sependapat. Saya jadi teringat
ceramah dosen saya. Beliau bertanya, mengapa umat Islam di dunia sangat mudah “dipanas-panasi”?
Kemudian beliau menjawab, karena mayoritas umat Islam di dunia masih hanyut
dalam kemiskinan dan kebodohan. Padahal dalam ilmu stratejik, kekayaan dan
kecerdasan merupakan kekuatan untuk mengubah dunia ke arah yang lebih baik.
Menurut dosen saya, anggapan bahwa kita harus berorientasi pada akhirat saja
merupakan suatu hal yang salah. Katanya, Allah menganjurkan umat Islam untuk
seimbang antara urusan dunia dan akhirat.
Jika
seseorang terlalu berorientasi pada akhirat, kebanyakan ia akan lupa pada
hubungannya dengan sesama manusia, melainkan hanya fokus pada hubungannya
dengan Allah. Padahal esensi dari beribadah kepada Allah adalah untuk kehidupan
sosial. Itulah mengapa salat berjamaah lebih besar pahalanya daripada salat
sendirian. Lagipula, jika Allah hanya ingin kita berorientasi pada akhirat
saja, mengapa harus ada doa “Ya Rabb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia
dan kebaikan di akhirat”? Kenapa bukan “di akhirat” saja? Wallahua’lam.
Duh,
pembahasan jadi agak melebar seperti badan saya setelah Idul Fitri. (?)
Intinya, dalam buku “The Secret” dipaparkan bahwa menjadi kaya tidak berarti melanggar
ajaran agama. Banyak tokoh pemuka agama yang kaya raya, misalnya saja Nabi
Muhammad SAW yang terkenal sebagai pengusaha sukses. Intinya, ingin menjadi kaya
bukan berarti kita seseorang yang tidak spiritual. Kita bisa tetap dekat dengan
Tuhan, kok, meski kita ingin kaya. Malah nilai kebermanfaatan kita berpotensi
untuk menjadi lebih besar dengan kekayaan kita.
Ingatlah
Selalu Efek Plasebo!
Kamu
tahu apa itu Plasebo? Plasebo adalah obat yang sebenarnya tidak akan
menghasilkan dampak apa-apa jika kita menilik pada aspek komposisinya. Toh,
Plasebo biasanya hanya berisikan laktosa. Namun dokter seringkali memberikan
Plasebo kepada pasiennya dan mengatakan bahwa obat itu efektif untuk menyembuhkan.
Pasien yang percaya dengan omongan dokter tersebut ternyata akan benar-benar
sembuh! Dengan demikian diketahui bahwa pikiran manusia ialah faktor penentu
kesembuhan. Ada banyak sekali jenis penyakit di dunia ini. Namun tahukah kamu
bahwa semua penyakit itu disebabkan oleh satu hal yang sama: stress!
Efek
Plasebo tidak hanya dapat dikaitkan dengan urusan kesehatan. Dalam banyak aspek
kehidupan, efek Plasebo telah menunjukkan keberadaannya. Hal yang perlu diingat
adalah pikiran kita ternyata begitu kuat untuk menentukan banyak hal yang terjadi
di hidup kita. Mungkin benar bahwasanya “kamu adalah apa yang kamu pikirkan”.
Maka tertawalah! Berbahagialah! Pikirkan dan rasakan hal yang positif! Dan
apapun yang kamu inginkan akan segera terwujud.
~~~
Mungkin
itulah beberapa poin unik yang dapat saya sadur dari buku “The Secret”. Intinya,
mah, kita yang sekarang adalah bentuk dari pikiran kita di masa lalu. Atau
dengan kata lain, pikiran kita mempengaruhi perwujudan keinginan kita.
Semoga
ada sesuatu yang bisa diperoleh dari tulisan seorang perempuan yang punya banyak
waktu luang ini, ya. Hehe. Postingan ini akan saya akhiri dengan istighfar
sebanyak-banyaknya. Semoga Allah mengampuni saya dan kamu sekalian. Wassalamu’alaikum.
^^
Ternyata putri punya bakat terselubung selama ini :D
ReplyDeleteWaduh.. Bakat naon, Kim? Hehe :D
Delete