05 May 2015

Hypnoteaching: Mengajar dengan Pendekatan Hypnosis dan Public Speaking

Source: macedoniaonline.eu
Assalamu’alaikum... :)

Hai, semuanya! Rasanya sudah lama sekali saya tidak menulis tentang suatu acara yang saya ikuti. Kali ini saya akan kembali dengan hal tersebut.

Pada 7 April 2015, saya mengikuti seminar di kampus satu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tepatnya di Auditorium Prof. Dr. Harun Nasution. Seminar tersebut bertajuk Seminar Hypno-teaching: “Motivasi Sukses Mengajar dengan Pendekatan Hypnosis dan Public Speaking.” Saya mengetahui informasi tentang seminar tersebut dari kawan saya, Zahra. Zahra ini tadinya ingin mengikuti seminar tersebut juga, tapi karena satu dan lain hal, ia mengurungkan niatnya. Lagi-lagi saya sendiri. Tak mengapa. Sudah biasa.

Dalam pemikiran saya, jika suatu acara diadakan di Auditorium Prof. Dr. Harun Nasution, pasti acara tersebut mengundang audience (baik nasional mau pun internasional) dari kalangan umum dengan kuota yang besar. Maka saya berangkat lebih awal setengah jam dari pukul 8 pagi, yang mana merupakan waktu dimulainya seminar tersebut. Sesampainya di auditorium, saya menemui banyak orang yang kompak berkerudung merah. Barangkali mereka adalah panitia dari seminar tersebut. Saya tidak melihat adanya peserta lain selain saya kecuali seorang bapak yang sedang mengobrol dengan salah satu panitia di dekat sebuah meja bertuliskan “On The Spot.” Saya pun mendekati meja tersebut karena memang saya belum melakukan registrasi sebelumnya. Otomatis saya melakukan registrasi secara on the spot. Setelah saya perhatikan gelagat panitia dan seorang bapak serta tak lupa mengintip lembaran registrasi yang ada di atas meja, saya pun akhirnya mengetahui bahwa bapak tersebut ialah seorang guru dan beliau sedang menantikan kehadiran rekan-rekannya yang lain. Dari situ saya mengasumsikan bahwa mayoritas peserta seminar ialah pendidik dan/atau pengajar. 


Pada kwitansi saya tertera nomor 500 sekian. Wah, auditorium mungkin akan penuh sesak kala itu. Meski mendapat nomor urut 500, saya bukanlah peserta ke-500 yang masuk ke dalam auditorium, melainkan yang pertama. Selan saya, yang ada di dalam ruangan itu adalah panitia. Agak kaget juga. Saya yang terlalu bersemangat atau peserta lain yang kurang bersemangat? Haha. Lama-kelamaan ruangan pun dipenuhi dengan banyak orang. Kemudian di sebelah kiri saya datanglah seorang ibu dengan air muka yang kelihatannya tegas tapi penyayang. Saya menyambutnya dengan senyum, dan ternyata dibalasnya dengan senyum yang bahkan lebih lebar. Saya menggeser sedikit posisi duduk saya ke arah kanan, yang menurut saya dapat menyiratkan bahwa saya mempersilakannya menduduki kursi sebelah kiri saya. Benar saja, ternyata niatannya memang untuk duduk di situ. 

Beliau membuka pembicaraan tentang pengisi seminar yang merupakan salah satu sosok yang ia kagumi, yaitu Pak Tubagus Wahyudi. Beliau juga bercerita tentang pengalamannya beberapa kali mengikuti seminar di UIN tercinta. Sampai pada akhirnya saya mendapatkan informasi bahwa beliau adalah seorang guru biologi professional di salah satu SMA negeri di Jakarta yang bernama Bu Risma. Saya juga memiliki hipotesa bahwa beliau merupakan seorang yang open-minded dan bijaksana. Hal itu terbukti seiring bersamanya kami dari awal hingga akhir acara. Kami makan bersama, salat bersama, dan lain sebagainya pun bersama layaknya kami sudah mengenal sejak lama.

Bu Risma juga banyak bercerita tentang anak-anak dan murid-muridnya. Beliau menceritakan pahit-manisnya menjadi seorang guru SMA. Saya mendengarkannya dengan seksama dan perlahan menyadari bahwa saya tidak hanya mendapatkan ilmu dari sang pembicara di depan, tapi juga dari seorang ibu tegar di sebelah kiri saya. Ada masanya pula beliau bertanya-tanya tentang kehidupan dan pendapat saya tentang sesuatu. Saya pun tercengang tatkala melihat matanya yang sedang berbinar terang sambil menatap saya dalam-dalam. Saat saya selesai dengan kalimat saya, beliau masih menatap saya sambil tersenyum. Kemudian beliau pun mengeluarkan ponselnya dan meminta nomor saya. Beliau berkata, “Saya ingin lebih banyak bertanya padamu.” Allah... Rasanya ketika mendengar kalimat sederhana tapi bermakna dalam itu… Bayangkan, seorang yang ilmunya jauh lebih tinggi dari saya ingin menjadikan saya sebagai salah satu referensinya. :’) Semoga saya dapat terus bersilaturahmi dengan si ibu luar biasa ini. <3

Seperti biasa, ketika saya memang benar-benar tertarik dalam sebuah seminar, saya berusaha mencatatnya sebisa saya. Meski dengan tulisan saya yang super-duper-mega-awesome buruknya itu. Haha. Berikut ini saya akan menyajikannya perpoin saja agar dapat lebih mudah diterima informasinya. Poin-poin di bawah ini bukan hanya disampaikan oleh Pak Tubagus Wahyudi, namun juga oleh Bu Risma.
Selamat membaca! ;)

  • 3 V yang esensial yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah visi (tujuan), visual (penampilan atau pembawaan yang baik), dan verbal/voice (cara menjelaskan sesuatu).Murid hiperaktif? Bagus! Berarti gurunya yang lambat. Coba imbangi gerakan murid tersebut!Murid kurang perhatian dari orangtuanya di rumah? Bagus! Berarti sejak dini ia sedang belajar mandiri. Tugas gurulah untuk mengarahkan kemandiriannya agar tidak disalurkan dengan cara yang salah.Murid kekurangan motivasi belajar? Bagus! Justru di situlah peran seorang guru. Berilah ia motivasi!Jangan pernah mengambinghitamkan murid! Periksa ke dalam diri Anda dahulu!
  • Nakal adalah simbol psikologis dari kecerdasan emosional. Namun sayangnya salurannya saja yang tidak benar.
  • Anak mengambil uang ibu, lantas dicap sebagai pencuri? Ia tidak mencuri. Mencuri itu mengambil barang orang lain. Sedangkan orangtua bukanlah orang lain.Yang mengambil uang orangtua itu mempunyai hak sebagai anak. Orangtua harus instropeksi diri; mungkin orangtua terlalu pelit. 
  • Guru yang tidak pernah mendapat ilmu berpikir dan ilmu komunikasi adalah guru yang gagal!
  • Mengapa cara mendidik orangtua seringkali salah? Karena orangtua tidak pernah bersekolah menjadi ayah dan ibu.
  • Murid atau anak melanggar peraturan itu tidak apa-apa. Selama ia tidak lari dari konsekuensi yang harus dihadapinya setelah itu. Di sana ia telah belajar tentang tanggung jawab.
  • Anak suka main gadget? Pindahkan ruang komputer ke ruang keluarga atau buat peraturan tentang hal itu.
  • Era agrikultur: siapa pun yang berbicara pasti didengar, apalagi petani.
  • Era industri: siapa yang memiliki pengaruh pasti didengar.
  • Era informasi: siapa yang punya jabatan pasti didengar.
  • Era konseptual (sekarang): siapa yang memiliki karya dan simpatilah yang didengar. Maka jadilah pencipta dan pesimpati jika ingin didengar!
  • Menjadi guru harus mengetahui tentang sifat-sifat manusia.
  • Sifat dasar manusia salah satunya yaitu latah. Manfaatkan kelatahan orang lain demi sesuatu yang baik. Lakukan kebaikan, biarkan orang lain (khususnya murid atau anak) latah akan hal itu
  • Kebanyakan guru tidak belajar bagaimana cara berpikir dan berkomunikasi. Guru hanya mementingkan kepintarannya yang berkaitan dengan pelajaran. Kalau Anda gentle, setelah Anda lulus, sobek saja ijazah Anda! Dan lihatlah apa yang akan terjadi ke depannya.
  • Kebanyakan guru tidak sadar bahwa komunikasi adalah kerja otak.
  • Kebanyakan guru tidak mengetahui tentang perubahan era komunikasi.
  • Murid mengalami dispersia (out of focus) mungkin karena materinya tidak menarik bagi mereka. Tugas gurulah yang seharusnya membuat materi itu jadi menarik. Gunakan daya tarik diri. Jangan biarkan daya hipnotis Anda kalah dengan daya hipnotis gadget.
  • Kebutuhan akan hiburan semakin tinggi. Oleh karena itu, guru harus pandai menawarkan hiburan yang lebih menghibur daripada hal lainnya tanpa perlu menghilangkan sisi edukatif. Berikan energizer tiap 20 menit sekali karena tiap 20 menit sekali otak mengalami kebosanan.
  • Ada guru yang salah persepsi tentang mengajar, niatnya tidak utuh untuk jadi pengajar, mengajar hanya karena terjebak oleh keadaan, dan lain sebagainya. Kalau saat jadi guru masih saja memikirkan uang, tidak akan pernah cukup uang itu untuk kehidupan Anda. Ikhlaslah!
  • Ada guru yang sudah berada di titik jenuh. Misalnya saja sebentar lagi ia ingin pensiun. Seharusnya kalau ia memang mencintai profesi itu, saat ingin pensiun ia lebih bersemangat dalam mengajar.
  • Guru harusnya melakukan pendekatan persuasif dengan murid. Itulah mengapa guru harus memahami tentang ilmu kejiwaan.
  • Guru harus memiliki karya yang jelas. Tentu saja guru yang memiliki karya atau prestasi lebih menginspirasi muridnya sehingga muridnya terdorong untuk mendengar lebih banyak apa yang gurunya terangkan.
  • Seharusnya di dalam kelas tidak diletakkan kursi untuk guru. Agar guru lebih fleksibel dan ekspresif. Guru harus mengusahakan diri agar menjadi center of view. Lakukan eye contact dengan murid. Jangan hanya melihat langit-langit dan lantai.
  • Guru harus bisa menempatkan ekspresi dan intonasi. Jangan memegang hidung terus saat berbicara. Usahakan pakai “ibu”, “bapak”, atau “kakak” dibanding dengan “saya” atau “aku” dalam menyebutkan diri. Serta “kita” daripada “kalian” untuk menyebut murid-murid.
  • Saya tidak paham dengan apa itu sekolah unggulan. Sekolahnya unggulan, muridnya juga unggulan. Lalu untuk apa ada guru unggulan juga? Untuk apa lagi mereka belajar? Sebaliknya sekolah yang tidak unggulan, murid dan gurunya pun tidak unggulan. Lantas kapan kita mau maju? Serba salah.
  • Pada dasarnya sekolah dibuat untuk menghasilkan individu-individu yang dapat menyelesaikan masalah. Semakin variatif masalah di dalam suatu sekolah, makin banyak jugalah ilmunya. Anak itu harus tahu rasanya gagal.
  • Guru jangan mau kalah dari murid. Anda itu simbol pembelajaran. Usahakan sejajar atau lebih jago daripada murid dalam menguasai pelajaran.
  • Terkadang guru juga harus mendengar apa yang murid inginkan. Ciptakan atmosfer yang demokratis. Berikan hadiah jika murid memang telah berusaha untuk menjadi lebih baik.
  • Mengajar murid TK dan SD harus lebih banyak menggunakan pinggang. Maka jagalah kesehatannya. Beda dengan mengajar SMP dan SMA.
  • Sistem mengajar itu terdiri dari dua komponen, yaitu cara mengajar dan kepribadian. Kemudian hal tersebutlah yang akan menimbulkan kesan hipnosis bagi sekitar. Jika kesan yang dikirimkan guru baik, murid akan antusias. Jika kesan yang dikirimkan guru kurang baik, maka murid akan mengantuk dan lain sebagainya.
  • Berbohong membutuhkan energi yang tinggi. Hipnotis membuat energi seseorang menjadi rendah. Energi rendah bisa dilihat dari rileksnya seseorang tersebut. Dan pada saat ia rileks, biasanya orang itu akan menjadi jujur. Oleh karena itu, jika ingin orang lain jujur kepada kita, ajaklah ia untuk santai dan rileks. Ajak dia menceritakan tentang hal-hal yang ia sukai.
  • Intinya, dua fokus utama dalam hypnoteaching, yaitu perbaiki kepribadian Anda dan perbaiki cara mengajar Anda. Tentunya hipnosis tidak hanya bisa diterapkan dalam mengajar saja, tapi untuk bidang lain juga.
Sekian yang bisa saya sampaikan dari seminar tersebut. Hal umum yang dapat kita tarik dari seminar itu adalah bahwasanya softskill itu sangatlah penting bahkan untuk diterapkan dalam bidang yang cenderung menuntut hardskill sekalipun. Semangat untuk para guru dan untuk semuanya yang telah membaca ini! Semoga bermanfaat. Aamiin.


Wassalamu’alaikum… :)

2 comments: