Panda, hewan khas Cina. (Source: mnn.com) |
Assalamu’alaikum… Apa kabar, teman-teman? Jangan terlalu serius! Tulisan kali ini termasuk ke dalam kategori tulisan semi-ilmiah, kok. Dan bukan tugas kuliah yang mesti dipublikasi di situs digital library atau repository universitas. :D
~~~~~
24 Maret 2016. Tercatat sejak hari ini, saya mulai kagum dengan Cina. ♥
Saya adalah seorang anglophile. Saya menyukai apapun yang berkaitan dengan Inggris. Namun kesukaan saya pada satu hal tidak secara otomatis membuat saya membenci hal yang lainnya. Pada hari ini, kekaguman saya pada negara dan bangsa Cina membuncah. Sebenarnya, sejak dulu saya sering mendengar dan membaca tentang keunggulan negara dan bangsa tersebut. Namun entah kenapa pada hari ini saya berada pada suatu titik di mana rasanya saya ingin sekali mengungkapkan kekaguman saya ini. Seperti seseorang yang sudah memendam rasa cinta terlalu lama kemudian memberanikan diri untuk mengekspresikannya.
Bentuk kekaguman saya ini bukanlah sesuatu yang adiktif, fanatis, dan kontradiktif dari ideologi saya. Sama halnya seperti ketika saya mengagumi bangsa Yahudi atas stereotipe kejeniusannya, bangsa Amerika dengan kemandiriannya, bangsa Rusia dengan kecakapan militer dan intelijennya, bangsa Arab dengan kekayaan minyaknya, bangsa Eropa dengan warisan sejarah, kultur, dan seninya, serta negara dan bangsa lain yang memiliki jati diri yang layak untuk dikagumi. Ketika saya kagum dengan suatu negara dan bangsa, bukan berarti saya setuju 100% dengan apa yang diterapkan oleh negara dan bangsa tersebut.
Namun kelemahan manusia (termasuk saya) ialah terlalu mudah untuk menyimpulkan (mengeneralisasi secara berlebihan, melakukan observasi selektif, terlalu mempercayai hallo effect, dan lain sebagainya). Ketika seseorang menyukai Amerika, kita langsung beranggapan bahwa ia adalah antek-antek liberal. Pun ketika seseorang mengagumi Cina, pasti ada segelintir orang yang berpikiran bahwa seseorang tersebut menganut ideologi sosialisme atau komunisme. Dalam mengagumi Cina, saya lebih menyoroti konteks kecerdasan negara dan bangsa tersebut dalam hal melakukan kegiatan ekonomi. Saya sama sekali tidak mengusik masalah ideologinya. Jikapun ada yang tercantol sedikit, ambil saja sisi baiknya.
~~~~~
Dimulai dari pertanyaan yang saya ajukan kepada kedua orangtua saya ketika masih kecil dulu, “Kenapa semuanya ‘made in China’?” Pertanyaan itu terlontar tatkala saya sering memperhatikan barang-barang yang saya miliki hampir semuanya bertuliskan “Made in China”. Saya tidak ingat secara jelas jawaban orangtua saya, namun intinya mereka menjawab, “Karena China negara yang bisa menciptakan apa saja.” Kemudian imajinasi saya pun membayangkan Cina ialah sebuah negara besar yang latarnya seperti di negeri dongeng. :D
Cina adalah negara yang JENIUS dalam bidang ekonomi. Saya berani bilang seperti itu setelah membaca berbagai sumber, melakukan penelitian kecil-kecilan, dan mendengar langsung pengalaman orang-orang yang berkecimpung dalam dunia yang banyak membahas tentang Cina, misalnya dosen-dosen saya yang kapasitas keilmuannya sudah tidak usah diragukan lagi. Meski ilmu itu harus diverifikasi, namun perkataan seorang dosen tidaklah patut untuk dibuang begitu saja dari otak. Apalagi jika kita tahu bahwa dosen yang berbicara tersebut adalah dosen yang kredibel.
Jika ada yang berkoar-koar bahwa Indonesia ini sudah terlalu Amerika-isme, nampaknya orang tersebut harus lebih sering membaca (keadaan) dengan lebih rajin lagi. Data statistik menunjukkan bahwa investor asing yang sedang gencar memasuki pasar Indonesia bukanlah dari Amerika, namun Cina. Hal tersebut diakui oleh Franky Sibarani selaku kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dikutip dari laman tempo.co, Franky menyatakan bahwa investasi Cina ke Indonesia memang sedang menjadi prioritas kedua belah pihak. Cina menjadikan Indonesia peringkat kedua sebagai negara tujuan investasinya setelah Amerika Serikat, dan disusul oleh Rusia dan India. Indonesia pun membuka jalan selebar-lebarnya kepada Cina untuk menjadi investor yang diprioritaskan selain Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan Inggris. Bahkan Franky menargetkan investasi Cina akan mencapai US$ 60 miliar pada 2017. Wow!
Tidak. Saya tidak ingin membahas apakah saya setuju atau tidak dengan rezim Jokowi yang terkesan mendorong perluasan pasar global yang seakan-akan terlalu sembrono. Saya juga tidak akan membahas intrik apa yang sebenarnya ada di belakang investasi masif Cina terhadap Indonesia. Namun jika saya boleh berasumsi, bisa jadi Cina sedang menantang oposisinya (Amerika Serikat) dalam perang proksi yang memanfaatkan Indonesia. Hmm… Saya masih perlu banyak mengkaji lagi. Ilmu saya mungkin belum sampai ke sana.
~~~~~
Kembali ke Cina. Kembali ke kekaguman saya terhadap kejeniusan ekonomi Cina.
Hari ini, dalam kelas Politik Internasional, seperti biasa kami membahas topik-topik internasional yang sedang nge-hits akhir-akhir ini. Salah satu teman kami ada yang mengusulkan isu tentang Laut Cina Selatan untuk dibahas. Singkat cerita, Pak Dosen bercerita tentang Cina terutama aspek ekonominya. Saya sebenarnya sudah biasa mendengar tentang keunggulan Cina dalam bidang ekonomi. Di semester 4 ini, sudah pernah ada beberapa dosen yang berbagi ilmunya tentang Cina. Namun entah mengapa cerita tentang Cina hari ini begitu menggugah perhatian saya.
Tadinya, saya mau menyajikan beberapa cerita tentang keunggulan Cina dalam bentuk pointers. Namun tetiba saya teringat perkataan dosen Ekonomi Politik Internasional saya yang berkata bahwa tulisan yang dikemas dalam bentuk pointers dapat mendistorsi kemampuan elaborasi penulisnya. Hiiii… Kan serem juga. Tapi saya sering menggunakan pointers kok di blog ini. Untungnya perpoin saya tulis panjang seperti paragraf yang tidak hanya ide pokoknya, namun juga penjelasan rincinya. :D
~~~~~
Pertama, cerita tentang pembangunan infrastruktur berupa jembatan di daerah tertinggal di Cina. Mungkin cerita ini hanya merupakan analogi atau contoh dari kelihaian Cina dalam bidang ekonomi. Cina memiliki cadangan devisa yang sangat banyak. Hampir dipastikan Cina dapat membangun infrastrukturnya sendiri tanpa memerlukan pinjaman dari negara lain maupun World Bank. Namun ternyata Cina tetap membutuhkan pinjaman dari World Bank! Eits… Jangan menyimpulkan dulu! Kita akan lihat sebenarnya apa yang menyebabkan Cina tetap meminjam uang dari World Bank padahal uangnya sendiri pun sudah lebih dari cukup.
Misalnya, biaya pembangunan jembatan senilai US$ 10.000. Uang Cina diasumsikan cukup untuk membiayai pembangunan jembatan tersebut secara lunas. Namun Cina memilih untuk meminjam uang pada World Bank sebesar US$ 2.000 saja. Untuk apa? Untuk mendapatkan kemudahan, ilmu, dan mengurangi resiko! Bukan berorientasi pada uangnya!
Ketika sebuah negara ingin membangun infrastruktur dengan meminjam uang dari World Bank, World Bank tentunya akan turun tangan dalam pembangunan itu. World Bank akan menyiapkan hal yang berkaitan dengan operasional seperti bantuan tenaga ahli, serta supervisory untuk memantau proyek tersebut. Ini artinya, Cina memberdayakan World Bank untuk menjalankan fungsinya sebagai lembaga internasional besar dengan sesuai. Cina pun mendapat kemudahan yang bertubi-tubi.
World Bank tentunya akan mempekerjakan tenaga profesional untuk membangun jembatan di daerah tertinggal di Cina agar ia tak rugi dan citranya tetap baik di mata dunia. Dalam hal ini, Cina mendapat kemudahan berupa bantuan operasional yang jempolan tanpa harus mengeluarkan biaya tambahan dan tenaga ekstra. Bahasa mudahnya, Cina tidak mau repot. Selain itu, Cina juga mendapatkan ilmu baru dalam hal pembangunan daerah tertinggal. Cina yang awalnya tidak memiliki skill untuk membangun daerah tertinggal, karena memperhatikan bantuan operasional yang diberikan oleh World Bank, maka lama-kelamaan akan mengerti cara membangunnya sendiri.
Lalu bantuan supervisory atau pengawasan dari World Bank dapat meminimalisir adanya resiko praktek korupsi oleh oknum yang memanfaatkan proyek pembangunan ini. Serta serangkaian manfaat lainnya yang mungkin akan didapatkan Cina dari pinjaman yang tidak seberapa dari World Bank. Jujur, saya melihat fenomena ini sebagai suatu siasat yang cerdas!
~~~~~
Pada cerita selanjutnya, dosen saya menyinggung topik yang sedang panas tak hanya di Indonesia, namun juga di negara lainnya, yaitu transportasi umum berbasis aplikasi. Belakangan ini di Indonesia sedang gencar persaingan antara supir transportasi umum konvensional dengan supir transportasi umum berbasis aplikasi. Transportasi umum berbasis aplikasi memang lebih laris akhir-akhir ini karena harganya yang murah dan mobilitasnya yang mudah. Hal tersebut membuat para supir transportasi umum konvensional merasa pelanggannya telah diambil. Terjadilah berbagai macam konflik yang berdasarkan pada alasan tersebut.
Sebenarnya bagi saya permasalahan utama tidak terletak pada persaingan berbagai pihak. Namun di balik itu semua, ada misteri besar tentang eksistensi transportasi umum berbasis aplikasi. Mengapa harganya bisa murah padahal pelayanannya lebih baik? Dari mana sebenarnya bisnis transportasi umum berbasis aplikasi tersebut berasal? Sudah adakah regulasi yang jelas dari pemerintah mengenai transportasi umum berbasis aplikasi itu? Dan lain sebagainya…
Prancis telah melarang keberadaan transportasi umum berbasis aplikasi karena alasan-alasan tertentu. Sedangkan Indonesia masih belum jelas akan memberhentikan atau melanjutkan keberadaan bisnis semacam itu. Lalu bagaimana dengan Cina? Cina mengizinkan! Namun dengan syarat, transportasi umum berbasis aplikasi tersebut dari A sampai Z-nya adalah buatan Cina! Jadi, transportasi umum berbasis aplikasi yang berasal dari luar negeri tidak diperkenankan untuk beroperasi di Cina. Namun jika transportasi umum berbasis aplikasi tersebut buatan Cina, maka dengan senang hati pemerintah Cina akan mengizinkannya. MasyaAllah… Kebijakan seperti ini justru mendorong produktivitas para masyarakatnya. Kurang cerdas bagaimana?!
~~~~~
Lalu dalam kehidupan nyata kita, tanpa mengurangi rasa hormat, orang-orang keturunan Cina hampir dapat dipastikan handal dalam berbisnis. Mulai dari bisnis handphone, pakaian, hingga properti, bangsa Cina terkenal dengan kepiawaiannya dalam meng-handle itu semua.
Mengutip dari CNN, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pernah merancang sebuah survei yang diikuti oleh beberapa kawasan termasuk Amerika, Asia, dan Eropa. Survei tersebut bertujuan untuk mengetahui pemahaman remaja di berbagai negara tentang keuangan. Ternyata hasil survei membuktikan bahwa remaja Cina ialah remaja yang paling unggul dalam pemahaman mengenai keuangan.
Sebenarnya apa yang menyebabkan Cina bisa secerdas itu dalam hal ekonomi?
~~~~~
Jika saya menggunakan kacamata teori Hubungan Internasional dan menyoroti level analisis individu atau kelompok individu, saya bisa menyimpulkan bahwa negara Cina dipandang unggul dalam hal ekonomi oleh dunia karena individu atau kelompok individu di dalamnya membuatnya seperti itu.
Dikutip dari femina.co.id dan sumber lainnya, masyarakat Cina memegang beberapa prinsip yang secara turun-temurun dibudayakan dari generasi ke generasi. Pembiasaan tersebut ternyata berdampak besar bagi kemajuan negara dan bangsanya. Kini Cina bisa dianggap sebagai pesaing terberat Amerika. Prinsip tersebut di antaranya adalah:
Pertama, bekerja, bekerja, dan bekerja! Masyarakat Cina sangat gemar bekerja. Malas adalah musuh terbesar yang sudah lama ditaklukkan oleh bangsa ini. Bekerja di sini memiliki artian mengerjakan sesuatu yang bermanfaat, seperti berkarya, belajar, mencari uang dan lain sebagainya. Seperti kata Sidharta, “Apabila tidak bekerja ataupun tidak melakukan sesuatu yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, dan orang lain, apa gunanya kita hidup?”
Kedua, berhemat untuk 3 keturunan. Hemat memiliki garis yang tipis dengan pelit. :D Namun saya pikir hematnya bangsa Cina termasuk hal yang rasional. Ketika mereka memang tidak memiliki uang banyak, maka mereka menekan pengeluaran. Hal itu juga dilakukan untuk menghindari adanya hutang dan mewariskan sesuatu yang berharga kepada keturunan-keturunannya. Namun hemat tidak hanya dilakukan oleh orang yang memiliki sedikit uang. Bahkan orang kaya raya sekalipun berhemat agar uang tabungannya bisa dijadikan modal untuk berbisnis.
Ketiga, pantang menyerah. Di Jepang dan Cina, ikan mas adalah lambang kekayaan dan kesejahteraan. Filosofinya adalah ketika ikan mas berada di sungai, mereka sering melawan arus demi mendapatkan makanan. Meski sesekali terbawa arus, mereka berenang lagi menuju arah semula. Untuk menghadang kuatnya arus, ikan mas berenang menepi. Jadi, masyarakat Cina dan Jepang mengambil pelajaran dari situ bahwasanya untuk meraih sesuatu, manusia harus pantang menyerah seperti halnya ikan mas.
Keempat, mulai lebih awal, selesai lebih akhir. Dosen saya pernah bercerita tentang pengalamannya mengajar di sebuah universitas yang mayoritas mahasiswanya memiliki darah keturunan bangsa Cina. Bukan bermaksud untuk rasis, tapi ada hikmah mendalam yang memang bisa kita petik dari bangsa Cina. Di universitas tersebut, terdapat serangkaian peraturan yang berbeda daripada universitas lain pada umumnya. Misalnya saja peraturan tentang jam masuk kelas yang diselenggarakan pada jam 7 pagi. Universitas saya sendiri pun jam kelas paling paginya yaitu 7.30. Itupun masih ada segelintir orang yang telat. Namun di universitas tersebut, kata dosen saya, peraturan masuk kelas pada pukul 7 ditaati oleh semua komponen kelas. Mereka sudah berada di kelas bahkan sebelum jam 7. Lalu pada akhir menit di jam kelas, mereka tetap antusias dalam belajar. Padahal biasanya kita yang awam ini biasanya ingin cepat-cepat keluar kelas.
Kelima, amati, tiru, modifikasi (ATM). Cina ialah plagiat sejati? Ah, kata siapa? Dalam beberapa konteks, Cina berpikir logis bahwa mereka tidak harus menjadi penemu dan lebih memilih untuk menjadi inovator. Dunia bisnis mengenal fenomena ini dengan nama teknik modelling, yang mana dalam ide atau konsep bisnis kita diperbolehkan untuk meniru orang lain, asalkan tidak secara utuh dan ditambahkan dengan berbagai modifikasi. Hmm… Mungkin jika dipersingkat dengan bahasa yang lebih gaul, prinsip Cina yang ini adalah “Fake it, until you make it.” :D
~~~~~
Mungkin itulah kelima prinsip Cina yang sepertinya harus kita kaji apakah untuk selanjutnya kita akan menerapkannya juga ataupun tidak. Namun yang pasti, menurut saya, negara bisa maju dalam segala bidang salah satunya karena individu yang berada di dalamnya. Jadi, jika kita berpikiran kalau Indonesia ialah negara miskin, mungkin kita harus introspeksi diri sebenarnya apa sih yang selama ini sudah kita lakukan untuk membuat Indonesia kaya?
Saya kagum pada Cina dalam hal kecerdasan ekonominya saat ini. Bisa saja suatu hari nanti saya berubah pikiran karena sesungguhnya dinamika ekonomi dunia ini tidaklah statis. Saya berharap agar Indonesia dapat seberani Cina, khususnya dalam hal menerapkan mental “ingin kaya”. Bukan berarti harus money-centric, melainkan lebih kepada berusaha keras dan cerdas demi kebermanfaatan dan kesejahteraan (yang kadang kesejahteraan itu dapat diukur dari tingkat perekonomian).
~~~~~
Sekian tulisan saya mengenai percikan kekaguman saya terhadap Cina. Semoga kelak Cina akan membalas kekaguman saya. (?) Terima kasih karena sudah membaca. Tinggalkan jejakmu di kolom komentar, ya! :)
Salam,
Putri Larasati
Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional (yang masih perlu banyak belajar)
Assalamualaikum... Rasanya kalauu setelah bc blognya mb laras ketularan pintarnya :D :D senang deh.. salam kenal..
ReplyDeleteWa'alaikumussalam.. Halo, Nanda! Saya senang kalau kamu senang. Tapi btw saya juga masih belajar. :D Hehe salam kenal! :)
Delete