17 February 2017

Shopping Skill: Ketahui Godaan-godaan Psikologis Saat Belanja!

 
(tumblr.com)

Hai, halo! Assalamu’alaikum. ^^
Tak terasa, ya, sudah tahun 2017 saja. Ngomong-ngomong, bagaimana 2016-mu? Semoga sesuai dengan yang kamu resolusikan, ya. Kalaupun tidak, tetaplah tersenyum dan sambut tahun yang baru. Nothing’s ever waste of time, kok. Trust me. ;)
Beberapa minggu lalu, seorang teman di sebuah Klub Menulis mengirimkan informasi melalui grup WhatsApp. Informasi tersebut berisi tentang sebuah aplikasi handphone resmi dari pemerintah Indonesia yang dikhususkan untuk para pembaca buku. Yap, aplikasi iPusnas. Bisa dibilang bahwa aplikasi tersebut ialah Perpustakaan Nasional Indonesia versi mobile-friendly. Tak perlu menunggu lama, saya sontak berselancar di Google Playstore, untuk kemudian mengunduhnya. Dan…………….. saya pun terperosok ke dalam nuansa yang telah ia ciptakan! Oke, itu lebay. Maksudnya, secara garis besar, saya menyukai aplikasi iPusnas. Sangat berfaedah untuk orang semacam saya, yang tidak punya ongkos untuk pergi ke Perpusnas asli nan jauh di mata (namun dekat di hati). Hehehe.
Alhamdulillah, keberadaan aplikasi iPusnas membangkitkan lagi semangat membaca buku saya setelah sekian lama saya keseringan membaca LINE Today. Haha. I mean, tanpa dinafikkan, terkadang saya malas untuk membaca buku yang benar-benar buku, apalagi jika buku itu tebal dan tulisannya kecil-kecil. Namun dengan adanya iPusnas, membaca menjadi lebih simpel dan menyenangkan. Sekarang saya bisa membaca buku di KRL Commuter Line tanpa kelihatan sok pintar. Orang pasti mengiranya saya sedang chatting-chattingan sama pacar atau operator seluler, bukan sedang membaca buku. (?)
Selain dari segi kepraktisan, iPusnas juga menolong saya saat saya sudah tidak punya bahan bacaan fisik (buku konvensional). Saya jadi tidak perlu memakai budget yang saya persiapkan untuk hal lainnya demi memuaskan hasrat saya terhadap buku. Bahasa mudahnya, iPusnas membuat anggaran saya lebih irit tanpa memasung kecintaan saya terhadap dunia literasi. Saya bisa membaca buku elektronik gratis, legal pula! Ingat, LEGAL! Karena iPusnas ialah aplikasi resmi keluaran pemerintah, maka konten di dalamnya pastilah sudah lolos berbagai proses untuk dapat dikatakan legal. Sehingga ketika kita membacanya, kita tidak dihantui oleh rasa bersalah karena telah melanggar copyright. Lain halnya ketika kita membaca e-book yang bertebaran di Google yang tidak jelas kejuntrungannya.
Ah, above all, saya bahagia karena
untuk sementara waktu saya tidak harus pergi ke mall untuk mengunjungi Gramedia. Saya tidak terlalu nyaman berada di tempat ramai. Plus, saya tidak memiliki kecenderungan untuk menjadi seorang pembelanja, kecuali kepepet. But, hey, suatu saat nanti saya pasti dituntut untuk punya skill belanja! Karena belanja itu bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan dan mendapatkan keinginan. Lebih dari itu, belanja adalah bagaimana saya berlatih mengambil keputusan, mempraktikkan teori negosiasi, mengatur keuangan, dan lain sebagainya. Dan yang lebih mendalam daripada itu, belanja adalah tentang menakar kebermanfaatan. Sebab belanja itu bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, belanja bisa membuat kita menganut budaya konsumtif yang berujung pada sifat mubazir yang dibenci Allah. Di sisi lain, ternyata belanja juga dapat memberikan faedah, tidak hanya untuk si pembelanja, tapi juga untuk orang lain.

(instagram.com)

Setidaknya itulah yang mungkin disampaikan juga oleh Abi Jiha dalam bukunya yang saya baca tadi pagi. Oh, ya, jelas, saya membacanya di iPusnas. Hehe. Dalam buku “Fiqih Shopping: Kiat Belanja Hemat, Cerdas, dan Islami”, Abi Jiha mengemukakan bahwa belanja itu tidaklah haram. Memang terdapat beberapa mudharat yang mungkin bisa didapatkan dari kegiatan belanja, namun itu semua bisa dipelajari dan dihindari. Bahkan menurut Abi Jiha, belanja menyumbangkan berbagai kebaikan, seperti perekonomian negara menjadi tumbuh, kesejahteraan menyebar, tenaga kerja terserap, dan lain sebagainya.
Saya pun kembali teringat pelajaran di mata kuliah Ekonomi Politik Internasional. Pernah ada pembahasan tentang rebalancing economic growth. Amerika Serikat merupakan kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Namun saat ini, Amerika Serikat memiliki saingan, yaitu China. Sebagai dua kekuatan ekonomi, ternyata terdapat pertumbuhan ekonomi yang tidak simetris antara keduanya. Singkatnya, Amerika Serikat terlalu konsumtif, sedangkan China selalu menabung. Bagi saya yang awam, mungkin rajin menabung ala China merupakan teladan yang baik. Namun setelah dosen saya memberi penjelasan detail tentang itu, saya mencerna sebuah fakta baru. Aktivitas menabung yang dilakukan oleh masyarakat China secara berlebihan adalah bentuk ketakutan diri mereka akan tidak adanya jaminan kesejahteraan di negaranya. Pemerintah China cenderung belum concern terhadap pelayanan publik, sehingga masyarakat China berpikir bahwa hidup mereka terancam jika mereka tidak menabung.
Sedangkan yang terjadi di Amerika Serikat merupakan kebalikannya. Di Amerika Serikat, segala pelayanan publik tersedia dengan apik. Pemerintah Amerika Serikat pun memudahkan masyarakatnya untuk berhutang kepada negara. Alhasil, masyarakat Amerika Serikat menjadi entitas yang berbudaya konsumtif. Menurut para pakar ekonomi, yang dilakukan oleh China dan Amerika Serikat haruslah diseimbangkan. China harus meningkatkan belanjanya, sedangkan Amerika Serikat harus lebih menabung. Hmm, memang yang berlebihan itu tidak baik, ya. Oleh karena itu, sebagai seorang individu, sebaiknya kita tidak memusuhi belanja, namun tidak juga menyepelekan menabung. Bisa, nggak, ya? Bisa, jika kita lebih aware terhadap godaan-godaan yang dapat menutupi rasionalitas kita saat hendak atau sedang belanja. :)

Godaan 1: Iklan yang Menggunakan Perempuan sebagai Modelnya
Menurut ahli telekomunikasi, Jalaluddin Rakhmat, iklan kini tak hanya menjual produk, namun juga menjual nilai atau perspektif. Which means, iklan tidak hanya mampu membuat kita membeli sebuah produk, namun juga bisa mencuci otak kita tanpa disadari. Misalnya saja iklan sabun mandi. Model yang muncul dalam iklan tersebut pastilah perempuan cantik berkulit putih. Sehingga kemudian anggapan masyarakat sepakat bahwa perempuan yang cantik itu yang berkulit putih. Ketika sudah terlalu terperdaya, otak tengah kita bisa dengan mudah mempercayai narasi di iklan tersebut. Kemudian kita kalap mengonsumsinya untuk memenuhi standar yang iklan itu tanamkan.

Godaan 2:  Big Sale
Big sale sering berujung pada big mistake. Terkadang hanya karena diadakan big sale, kita menganggap bahwa membeli sebanyak-banyaknya barang merupakan sebuah keuntungan. Padahal tanpa disadari tidak jarang kita membeli barang yang tidak betul-betul dibutuhkan. Saya jadi teringat obrolan ringan saya dengan seorang teman bernama Aelmi Octavia di sebuah supermarket saat kami sedang mencari bahan-bahan untuk masak bersama (lebih tepatnya, saya dimasakin Aelmi. Haha). Obrolan tersebut berawal dari curahan hati masing-masing tentang bagaimana menjadi orang dewasa.

Aelmi: “Setelah aku dewasa, aku jadi lebih bijak memilih barang yang mau dibelanjakan, Ti. Aku hanya mau membeli barang yang punya fungsi yang jelas. Aku sudah nggak tergoda sama printilan-printilun yang lucu-lucu.”
Saya: “…” (Nyengir saja. Sepertinya saya akan mempertimbangkan ucapannya. Sebab saya masih tidak bisa menahan godaan aksesoris-aksesoris di etalase Naughty yang bahkan fungsinya cuma sebagai hiasan, yang nantinya hanya akan bermuara di kotak mainan.)

Godaan 3: Roll Back
Roll back bukan roll belakang seperti senam lantai yang diajarkan di pelajaran Penjaskes saat SMA. Roll back dapat diartikan sebagai produk yang harganya kembali ke harga lama. Roll back merupakan cara halus penjual untuk membentuk mindset konsumen bahwa harga produk sekarang sedang murah. Roll back ini seolah-olah mewajarkan kenaikan harga setiap tahunnya. Padahal kenaikan harga merupakan buah dari inflasi. Ckck.

Godaan 4: Tambah Seribu, Dapat Dua
Pernah dengar “Tambah sekian, dapat dua buah”? Jika kita membelinya, kita hanya ingat telah mengeluarkan uang sebesar “sekian” daripada uang yang dibayarkan untuk harga aslinya. Misalnya barang yang ditawarkan adalah sebuah gelas seharga Rp. 50.000, jika kita menambah Rp. 1.000, maka kita akan mendapatkan satu gelas lain. Kita akan lupa dengan Rp. 50.000 itu. Yang kita ingat adalah, “Ah, wong cuma nambah Rp. 1000, kok.”
Atau kamu pernah menanggapi iming-iming “beli satu, gratis satu”? Ah, saya jadi kepikiran kejadian belum lama ini. Setelah mengikuti sebuah kajian, saya dan Wulan pergi ke sebuah minimarket untuk membeli minuman. Kemudian saya dengar ada suara menggeletar dari dalam perut saya. Ya, saya lapar. Akhirnya saya berinisiatif untuk membeli mie. Wulan pun ikutan membelinya. Niatnya, mie tersebut akan kami rebus bersama di rumah Wulan nanti. Kemudian saya menyadari tulisan berukuran medium di dekat mie yang Wulan pilih. Tulisan tersebut berbunyi, “beli satu (mie berukuran besar), gratis satu (mie berukuran kecil)”. Wah, kami girang! Mie berukuran kecil itu akan kami hibahkan untuk adik termuda Wulan, yaitu Aira.
Sesampainya di kasir, saya menahan Wulan agar tidak  meletakkan mie bonusnya di atas meja kasir terlebih dahulu. Saya berpikiran, jika kami  meletakkannya langsung, boleh jadi mie ini tidak terhitung sebagai bonus. Akhirnya saya bertanya kepada kasir yang sedang melayani. “Mbak, beli ini bonus ini, ya?” Mbak Kasir mengernyitkan dahi. Selang beberapa detik, ia mulai menjawab. “Iya, Kak.” Lalu ia mulai menggunakan scanner-nya. Tapi ada raut wajah kebingungan yang ia tampakkan. Ia pun memanggil rekan lelakinya dan bertanya, “Ini bonus, ya? Kok, nggak bisa?”
Rekan lelakinya pun mengambil mie yang Mbak Kasir pegang, kemudian berjalan bolak-balik. “Oh, yang bonus yang rasa lain.” Saya pun merespon, “Oke, rasa lain saja ndak apa, Mas.” Mas Kasir pun membawakan saya mie rasa lain berikut bonusnya ke meja kasir. Kemudian Mbak Kasir menghitungnya kembali, namun tetap tidak bisa. Mas Kasir pun menghampiri meja kasir dan mengutak-atik komputer mereka. Namun tetap saja tidak bisa. Karena antrian di belakang saya sudah panjang, maka saya tersenyum dan menyudahi usaha mereka untuk membonuskan mie kecil untuk kami.
Saya dan Wulan keluar dengan banyak tanda tanya di benak kami. Bukan, ini bukan masalah saya dan Wulan adalah orang yang pelit dan irit. Ini masalah kejujuran dalam bertransaksi. Jikalau memang tidak ada bonus, seharusnya pengumuman itu dilepas agar tidak menumbuhkan ekspektasi di hati pelanggan. Namun saya dan Wulan kemudian memaklumi semua itu. Mungkin kesalahan teknis atau semacamnya. Intinya kami berdoa agar tidak ada lagi kejadian seperti itu.

(Webtoon)

Saya bukan Mas Adimas, sih. Jadi tidak dibonusin, deh. :p *pembaca Webtoon “Pasutri Gaje” pasti ngerti*

Godaan 5: Besok Harga Naik
Dijual sebuah rumah, besok harga naik, kita beli hari ini, lekas pindah ke sana, lalu banjir. Boom! Metode promosi ini sengaja mendorong kita agar berpikir impulsif dan terburu-buru tanpa mempertimbangkan untung-rugi secara mendalam. Biasanya, produk yang dipromosikan dengan cara memancing ketergesa-gesaan adalah produk yang dibanting harganya karena memiliki masalah, misalnya tidak laku.

Godaan 6: Meja Kasir
“Udah ini aja, Kak? Ada lagi?”
“Nggak, Mbak. Ini aja.”
“Pulsanya sekalian, Kak?”
“Nggak, Mbak. Ini aja.”
“Rotinya nggak mau, Kak? Beli satu gratis satu, lho.”
“Nggak, Mbak. Ini aja.”
“Baik. Kembaliannya……..”
“Iya iya. Sumbangin aja, Mbak.”

Sering mengalami kejadian seperti di atas? Saya sering, bahkan hingga terbawa mimpi saking seringnya. Wkwk. Meja kasir adalah medan pertarungan psikologis terdahsyat. Ketika pembeli lelah sehabis berputar-putar mencari barang yang diinginkan, kasir memanfaatkan kelengahan itu untuk melancarkan jurus “mendadak perhatian”-nya. Haha.

Godaan 7: Troli Perbandingan
Supermarket atau minimarket biasanya mengeluarkan produk atas nama mereka. Tak jarang, produk mereka tersebut diletakkan di sebuah troli, kemudian di sampingnya terdapat troli lain yang berisikan produk-produk bermerk lain. Lalu di dekat situ terpampang tulisan seperti “Bandingkan harganya!”, “Pilih yang murah!”, dan lain sebagainya seolah-olah yang murah pastilah yang lebih berkualitas. Menurut Abi Jiha, metode promosi seperti ini dinilai cukup kejam karena menggunakan perbandingan produk lain. Bisa dikatakan bahwa itu adalah upaya halus untuk menjatuhkan produk pesaing. Padahal untuk menjadi pemenang tak harus menjatuhkan lawan, ya. Tingkatkan saja kualitas diri sendiri. Ckck.

Godaan 8: Uang Anda Akan Dikembalikan Dua Kali Lipat
Tempat perbelanjaan sering memberikan jaminan tidak terjamin untuk para pembelinya. Contohnya yaitu dengan memasang embel-embel “Barang dapat dikembalikan atau ditukar dengan uang jika rusak atau tidak sesuai dengan harapan.” Mengapa tidak terjamin? Karena penjual berbicara seperti itu tanpa memberitahukan bagaimana prosedur penukarannya. Akhirnya kita terbuai dengan janji manis tersebut, dan ketika barang rusak, kita malas menuntut jaminan tersebut karena tidak mau repot untuk hal yang sepele.

Godaan 9: Harga Tidak Tercantum
Kita melihat sebuah produk yang menarik, kemudian kita ingin membelinya. Namun sayangnya, tidak terdapat informasi mengenai harga barang tersebut. Apa yang kita lakukan? Biasanya karena sudah terlanjur ke tempat perbelanjaan tersebut, kita tetap membelinya. Apalagi jika SPG tetiba datang menawarkan bantuan. Saya pernah mengalaminya dan saya cukup jengkel dengan keadaan pada waktu itu.
Saat itu saya mengunjungi sebuah minimarket yang khusus menjual alat make up, produk skin care, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan kecantikan. Saya sudah memegang daftar produk yang hendak saya beli beserta pricelist-nya. Saya berusaha mencari produk incaran saya sendiri, namun saya kesulitan karena produk-produk di sana cenderung tidak tertata rapi. Rapi dalam pandangan saya adalah benda-benda tersusun sesuai dengan kategorinya. Namun di toko tersebut, penempatan produk tidaklah kategoris. Bahkan saya bingung, atas dasar apa mereka menempatkan produknya seperti itu?
Tapi saya bisa sabar sampai seorang SPG datang menghampiri dan terus-menerus berbicara saat saya sedang fokus mencari. Mengapa saya agak mengabaikannya? Karena ketika saya bertanya tentang produk yang saya inginkan, ia malah kekeuh berusaha membuat saya membeli produk bermerk lain yang harganya jauh lebih mahal. Saya hanya membalasnya dengan senyum sampai ia menghilang dari hadapan saya. DAN… digantikan oleh SPB. Wah, tambah nggak beres, batin saya. Semakin tidak leluasa.
Ketika SPB itu lelah menatap senyum manis tanpa kata milik saya, akhirnya dia pun berlalu. Saya pikir penderitaan saya akan segera berakhir. Ternyata oh ternyata… Setelah menemukan produk yang saya mau, saya tidak bisa menemukan info tentang harganya. Memang terdapat daftar harga di bawah masing-masing produk, tapi daftar harga itu tidak sesuai dengan produknya. Ah, sudahlah. Saya beli saja sebelum SPG dan SPB itu datang lagi. Dan saya pun kaget saat membayar karena harga di sana tidak sesuai dengan harga di pricelist yang saya susun di rumah. Harganya lebih mahal. Untung saja saya bawa uang lebih. Bagaimana kalau tidak? Haha. Cukup sekali, deh, seperti itu.

Godaan 10: Cuci Gudang
Berhati-hatilah dengan produk yang dijual dengan dalih cuci gudang, apalagi jika produk itu berupa makanan. Karena biasanya cuci gudang ialah usaha untuk menghabiskan stok yang masih tersisa, sementara waktu kadaluwarsanya sebentar lagi.

Dari hasil pemahaman saya membaca buku “Fiqih Shopping: Kiat Belanja Hemat, Cerdas, dan Islami”, itulah godaan-godaan psikologis yang dapat merayu kita untuk belanja secara tidak rasional. Kesepuluh hal di atas tidak dimaksudkan untuk menyudutkan pihak marketing. Mayoritas godaan di atas sah-sah saja untuk dilakukan atas kepentingan perusahaan ASALKAN jujur dan ditepati secara konkret agar tidak melanggar kaidah transaksi yang baik dan benar. Dan untuk pembeli, godaan-godaan tersebut perlu diketahui supaya bisa lebih bijak dalam berbelanja.
Sejak tahun 2015, saya bekerja sebagai content writer (namun tahun 2017 ini, saya pindah perusahaan). Mudahnya, content writer adalah seorang penulis yang dipekerjakan perusahaan untuk mempromosikan produknya melalui tulisan yang ditulis dengan teknik Search Engine Optimization (SEO) agar mudah ditemukan di mesin pencari. Jika kamu melihat konten web sebuah perusahaan di halaman pertama pada mesin pencari, itu berarti content writer di perusahaan itu cukup ahli. Maka bisa dikatakan bahwa content writer juga termasuk ke dalam divisi pemasaran (digital) dalam sebuah perusahaan. Namun satu hal yang saya sukai dari peraturan di perusahaan (baru) saya. Kami, para content writer, dilarang untuk menulis dengan gaya yang terlalu superlatif, terutama di bagian tulisan yang bernada janji. “Kami adalah produsen souvenir paling berkualitas se-Indonesia”, misalnya. Kalimat seperti itu tidak diperbolehkan.

(pinterest.com)

Mengapa tidak diperkenankan? Menurut opini pribadi saya, karena perusahaan start-up kami menekankan kejujuran dalam bertransaksi. Tidak perlu berlebihan dalam berpromosi jika belum pasti dapat memberikan apa yang diucapkan pada saat promosi. Begitulah sekiranya. Dan masih banyak lagi hal yang membuat saya cukup tertarik dengan pekerjaan saya sekarang ini. Saya harap, tidak hanya perusahaan saya yang berpromosi dengan elegan, namun juga penjual-penjual lainnya di luar sana. Bukankah transaksi jual-beli itu seharusnya memang menguntungkan kedua belah pihak?
Sebagaimana syarat-syarat umum berdasarkan fiqih Islam, transaksi jual-beli harus memuat hal ini:

  1. Orang yang melakukan transaksi harus memiliki kewenangan bertransaksi.
  2. Orang yang boleh melakukan transaksi, yaitu orang yang merdeka, baligh, berakal sehat, dan mengerti.
  3. Transaksi harus dilakukan atas dasar rida tanpa paksaan.
  4. Transaksi tidak mengandung perbuatan yang dilarang.
Kemudian jika ingin mengetahui sosok yang ahli dalam melakukan transaksi jual-beli untuk dijadikan panutan, tidak diragukan lagi ia adalah Nabi Muhammad Saw. Rabi bin Badr pernah melakukan transaksi jual-beli dengan Rasul. Ketika akhirnya mereka bertemu kembali di waktu lain, Rasul bertanya, “Apakah engkau mengenaliku?” Kemudian Rabi bin Badr menjawab, “Kau pernah menjadi mitraku dan mitra yang paling baik pula. Engkau tidak pernah menipuku dan tidak berselisih denganku.” MasyaAllah.

Sekian tulisan saya yang berupa rangkuman sebuah buku ditambah bumbu-bumbu curhat ini. Semoga setelah membacanya, kita bisa mengaplikasikannya juga di dunia nyata. Baik sebagai pembeli maupun penjual, transaksi yang baik dan benar adalah prioritas kita semua. Bukankah begitu? So, be a smart shopper then! ;) Saya pamit undur diri dulu, ya. Habis ini mau langsung belanja di warung sebelah rumah. Saya sudah tahu trik psikologinya. Jadi kalau yang punya warung mengelabui saya, saya kelabui balik aja. (?) Wassalamu’alaikum. :)

(pinterest.com)

No comments:

Post a Comment